Pelaku Pembunuhan "Karakter" Presiden Gunakan Gas 3 Kg, Siapa Dalangnya?
Ilustrasi. (Poto/net).
Penulis: Damai Hari Lubis, Pengamat KUHP (Kebijakan Umum Hukum dan Politik)
Satuju.com - Andai ada upaya pembunuhan karakter melalui gas melon 3 kg maka pelakunya mudah ditebak, berdasarkan analisa gejala ekonomi politik melalui-gejala politik bisnis dari lingkaran sisa-sisa politik kekuasaan oligarki era Jokowi, yang tampaknya merasa terganggu bisnisnyabahkan merasa bisa hilang dirampas oleh para oligarki "pendatang baru" (perang oligarki).
Analisa perang oligarki dari sisi kacamata politik ekonomi dan hukum hal yang bukan mustahil, karena beberapa oligarki sektoral bisnis dimasa kepemimpinan di Era Jokowi terganjal, diantaranya:
1. Program PSN PIK 2 politik kongkalikong dari Jokowi dan Aguan Cs telah mengalami hambatan oleh Nusron Wahid Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN).
2. "Program IKN Jokowi" di Penajam Kalimantan Timur juga telah dihentikan ditandai pernyataan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) Rini Widyantini untuk menunda kepindahan untuk sementara, namun tanpa batas waktu yang ber kejelasan;
3. Program TAPERA yang dianggap akan merugikan rakyat juga ditolak oleh Presiden RI Prabowo Subianto
Kesemua diskresi politik ekonomi a quo (era Jokowi) tentu dibaca secara garis politik di penghalang (disumbat) oleh Presiden RI. Prabu Subianto.
Maka andai ada upaya pihak-pihak melakukan pembunuhan karakter terhadap presiden dengan mudah ditebak siapa pelaku dan dalangnya?
Saat ini telah lahir opini publik, bahwa upaya pembunuhan karakter terhadap presiden telah dilakukan melalui beredarnya gas melon ukuran 3 Kg, dan upaya (character Assassination) tersebut ternyata mulai menimbulkan korban di Pamulang (Tangsel), seorang Ibu dalam media dinyatakan telah meninggal dunia saat antrian membeli gas melon 3 kg.
Lalu secara garis politik hukum (ketatanegaraan), oleh Prabowo, "pembatasan gas melon oleh pemerintah melalui pernyataan Bahlil", Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), justru menjadi kebijakan sampah, karena Presiden RI memerintahkan agar Gas Melon 3 Kg terkait pengadaan barangnya dan pemasarannya harus dibuka kembali secara luas.
Maka siapapun pelakunya yang membuat kegelisahan masyarakat bangsa ini yang akan melahirkan hilangnya kepercayaan masyarakat kepada Presiden RI otomatis untuk sementara sudah dipatahkan, kecuali “oligarki lama ngeyel.”
Sedangkan kebijakan publik yang dikeluarkan oleh Kabinet Merah Putih/KMP (Prabowo) terhadap kempat polemik bangsa yakni PSN PIK 2, dan ASN ke IKN dan program TAPERA serta perintah dibukanya kembali penjualan gas 3 kg secara luas merupakan keputusan politik (diskresi) yang sangat populer dimata sebagian besar anak bangsa.
Maka dari deskripsi dan untaian kronologis peristiwa politik ekonomi di tanah air. Tentu mudah diterka siapa penggeraknya dan apa motifnya atas kelangkaan gas melon 3 kg untuk membunuh karakter (pembunuhan karakter) Presiden Prabowo, cukup dengan sudut pandang politik yang sederhana.
Tentunya dugaan para pengamat politik dan publik akan teringat pada sosok oligarki di era Jokowi (Jokowi 'cs titipannya' dalam KMP dan para konglomerat Aguan Cs) adalah penggeraknya.
Penganatan publik adanya motif pembunuhan karakter ini secara ekstrim, dibumbui karena adanya sakit hati politik dan kekhawatiran hilangnya kekuasaan bisnis dari para kelompok oligarki lama (era Jokowi), sehingga membuat geliat politik melalui gas melon, sebagai bentuk peringatan agar KMP memuluskan atau tidak meng-obstruksi program "oligarki lama", jika tidak penggulingan (makar ) bukan sekedar sangkaan apriori, mengingat Prabowo sebelumnya saat tahun 2022-2023 pra capres 2024, menyatakan “akan mendukung semua keputusan dan kebijakan dari guru politiknya (Jokowi).
Bagaimanapun tentunya janji Prabowo ini sebelum menjadi Presiden RI dari sisi perspektif dan penganalisis politik adalah hal yang lumrah dan secara hukum justru mendapat justifikasi publik, artinya Prabowo bijaksana, karena kebijakan yang keliru dan 100 ringkasan sebagai alat politik Jokowi dalam kepemimpinan konsepnya dahulu, tidak perlu digugu dan ditiru di alam kehidupan demokrasi yang berbasis konsep panca sila, justru pola kepemimpinan Jokowi harus dienyahkan.
Selanjutnya ditengarai pembunuhan karakter terhadap Prabowo, karena ada faktor politik "kebelet menjadikan sosok wapres agar segera naik menggantikan?" Mengingat Gibran RR yang menduduki kursi RI 2 melalui alur problematika hukum yang extra Ordinary, karena jelas usia Gibran melanggar ketentuan sistim hukum (Jo. vide UU. Tentang Pemilu) atau berawal dari Gibran yang belum berusia 40 tahun, dan sejarah hukumnya Gibran berhasil menjadi Cawapres 2024 melalui proses nepotisme, karena Majelis Hakim MK (Mahkamah Konstitusi) dipimpin oleh Ketua MK Anwar Usman Paman dari Gibran. Dan pemaknaan hukum dari Majelis Hakim MK yang nepotisme dimaksud fakta hukum membuktikan Anwar Usman dipecat oleh MKMK yang bersifat final dan mengikat dari jabatannya sebagai ketua MK.
Dan peristiwa politik pra pemilu pilpres wapres 2024 dikaitkan dengan KKN yang dilakukan oleh adik iparnya Usman, sebagai bukti Jokowi telah melakukan pelanggaran dalam bentuk pembiaran hukum selaku presiden penguasa penyelenggara negara tertinggi (melanggar pasal 421 KUHP Jo. UU. NO. 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggara Negara Bebas dari KKN. Jo. UU. No. 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman ).
Maka kesimpulannya, adanya asumsi publik, terkait tuduhan “politik buruk?”, terhadap Presiden Prabowo karena sebab politik oligarki tidak patut dinafikan begitu saja.
Catatan, Pengamat KUHP adalah pakar ilmu Kebebasan Menyampaikan Pendapat dan Peran Serta Masyarakat.

