Prabowo Subianto Tunjukkan Pendidikan Politik di HUT ke-17 Partai Gerindra

Presiden RI Prabowo Subianto di momen perayaan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-17 Partai Gerindra di Sentul International Convention Center (SICC), Bogor, Sabtu (15/2/2025). (Poto/ist).

Satuju.com - Pidato Presiden Prabowo Subianto dalam perayaan HUT ke-17 Partai Gerindra pada 15 Februari 2025 menuai berbagai tanggapan publik. Dalam pidatonya, Prabowo meneriakkan "Hidup Jokowi!" dan "Ndas Mu!", yang dinilai sebagai bentuk kebebasan berpendapat dan pendidikan politik bagi bangsa.

Menurut Pengamat Kebijakan Umum Hukum dan Politik (KUHP), Damai Hari Lubis, tindakan Prabowo ini menunjukkan pemahaman mendalam tentang hak berpendapat dalam demokrasi. "Itu adalah hak subjektifitas Prabowo sebagai individu. Publik berhak menilai apakah ini mencerminkan keberhasilan atau kegagalan Jokowi dalam membangun karakter bangsa," ujar Damai saat diwawancarai redaksi Satuju.com. Sabtu ((22/2/2025).

Ia menambahkan bahwa pidato tersebut mencerminkan keseimbangan hak dalam demokrasi. "Prabowo menyampaikan pandangannya dengan cara yang lugas, merespons kritik dari oposisi tanpa batasan berlebihan. Ini adalah bentuk keterbukaan informasi yang diatur dalam Undang-undang KIP," jelasnya.

Namun, beberapa pihak menilai bahwa ekspresi seperti "Ndas Mu!" tidak pantas diucapkan oleh seorang presiden. Menanggapi hal ini, Damai Hari Lubis menegaskan bahwa setiap warga negara, termasuk presiden, memiliki hak untuk mengekspresikan pendapatnya. "Jika masyarakat boleh mengkritik pemimpin dengan keras, maka seharusnya pemimpin juga bisa mengekspresikan perasaannya dengan bahasa yang ia anggap sesuai," imbuhnya.

Damai juga melihat ini sebagai langkah maju dalam demokrasi Indonesia. Menurutnya, negara mulai lebih serius dalam menjalankan demokrasi yang tidak menjadikan hukum sebagai alat kekuasaan. "Dengan sikap seperti ini, publik dan pemerintah bisa berinteraksi lebih transparan dan setara," tuturnya.

Meski demikian, ia mengingatkan bahwa Prabowo harus berlaku adil terhadap semua golongan dan tidak memberikan keistimewaan kepada keluarga dalam politik nasional. "Jangan sampai sejarah mencatat nepotisme yang merugikan negara. Prinsip Salus Populi Suprema Lex Esto—keselamatan rakyat adalah hukum tertinggi—harus menjadi pedoman utama," tegasnya.

Sebaiknya, Prabowo harus berlaku adil terhadap semua golongan, jangan sampai menantu dan mertua (alm. Soeharto) yang sudah menjadi catatan sejarah (political history) di tanah air berulang. Jangan seakan berjuang hanya untuk pribadi seseorang (Jokowi).

Prabowo mesti utamakan, Salus Populi Suprema Lex Esto atau kalimat bijak dengan makna yang identik, bahwa keadilan ditegakkan demi keselamatan banyak orang (rakyat) sebagai prioritas tuntutan dan harapan seluruh bangsa-bangsa di muka bumi.

Dengan adanya pendidikan politik seperti ini, Damai berharap tidak ada lagi tindakan anarki dalam demonstrasi, tidak ada lagi penggunaan kekerasan oleh aparat terhadap rakyat, serta tidak ada kriminalisasi atau penculikan terhadap aktivis. "Demokrasi harus berkembang dalam ruang yang sehat, di mana kritik bisa disampaikan tanpa rasa takut, dan pemerintah pun bisa merespons dengan adil dan bijak," pungkasnya.


BERITA TERKAIT