Kontroversi SE Gratifikasi Kemenaker: Antara Aturan dan Realitas Mudik

Ilustrasi. (Poto/net).

Penulis: Timboel Siregar, Forum Jamsos

Satuju.com - Pada tanggal 19 Maret 2025, Kementerian Ketenagakerjaan mengeluarkan Surat Edaran (SE) Menteri Ketenagakerjaan RI No. 6/2/PW.06/III/2025 tentang Pencegahan Korupsi dan Pengendalian Gratifikasi Terkait Hari Raya. Hadirnya SE tersebut merupakan langkah positif untuk memastikan seluruh jajaran Kementerian Ketenagakerjaan menjadi teladan dengan tidak memberikan atau menerima gratifikasi yang berkaitan dengan jabatan dan bertentangan dengan jabatannya, termasuk pada hari raya.

Pada poin 2 dalam Surat Edaran tersebut, secara tegas disebutkan larangan terhadap permintaan dana atau hadiah, seperti THR atau sebutan lain, baik secara individu maupun atas nama Kementerian Ketenagakerjaan, kepada masyarakat, perusahaan, atau sesama pegawai negeri/penyelenggara negara, yang dapat berimplikasi pada tindak pidana korupsi.

Larangan tersebut sudah sangat jelas. Namun, dalam momen hari raya ini, Kementerian Ketenagakerjaan baru saja mengumumkan kepada publik mengenai acara Mudik Gratis bagi pekerja/buruh pada tanggal 27 dan 28 Maret 2025 dengan dukungan dari 19 institusi, yang sebagian besar merupakan perusahaan swasta dan BUMN. Beberapa di antaranya adalah HM Sampoerna, United Tractors, PLN, BNI, BRI, Suzuki, Indofood, Danone, Freeport Indonesia, Taspen, dan Panasonic.

Pengumuman acara Mudik Gratis yang diselenggarakan Kementerian Ketenagakerjaan dengan dukungan 19 institusi ini mengindikasikan adanya ketidaksesuaian dengan semangat yang diusung dalam SE Menteri Ketenagakerjaan RI No. 6/2/PW.06/III/2025 tentang Pencegahan Korupsi dan Pengendalian Gratifikasi Terkait Hari Raya.

Pada poin 2 dalam SE tersebut disebutkan dengan jelas larangan terkait permintaan dana atau hadiah dengan berbagai sebutan lain. Permintaan dukungan pembiayaan untuk acara Mudik Gratis ini dapat disarankan sebagai bagian dari "sebutan lain" yang dilarang. Selain itu, permintaan tersebut dilakukan dengan mengatasnamakan Kementerian Ketenagakerjaan kepada perusahaan-perusahaan yang menjadi penyekong dana mudik gratis bagi pekerja/buruh, yang sebagian besar berasal dari sektor swasta dan BUMN.

Seharusnya, jika Kementerian Ketenagakerjaan ingin menyelenggarakan acara Mudik Gratis bagi pekerja/buruh, maka pembiayaannya ditanggung sepenuhnya oleh Kementerian Ketenagakerjaan sendiri tanpa meminta dukungan dari institusi lain. Jika tidak mampu membiayainya, maka sebaiknya Kementerian Ketenagakerjaan tidak perlu menyelenggarakannya. Jika ingin membantu pekerja/buruh untuk mendapatkan fasilitas mudik gratis, cukup dengan menyalurkan dana atau dukungan ke institusi lain yang memang menyelenggarakan program Mudik Gratis, tanpa menggunakan atribut Kementerian Ketenagakerjaan.

Saya menilai penyelenggaraan acara Mudik Gratis oleh Kementerian Ketenagakerjaan dengan dukungan dari 19 institusi ini tidak sehat karena berpotensi menimbulkan tindak pidana korupsi, sebagaimana disebutkan dalam poin 2 SE Kementerian Ketenagakerjaan. Potensi korupsi tersebut bisa berupa korupsi uang maupun kebijakan korupsi, di mana Kementerian Ketenagakerjaan bisa saja memberikan keuntungan tertentu kepada lembaga penyukong tersebut di masa mendatang sebagai bentuk imbal balik.

Saya berharap Kementerian Ketenagakerjaan dan lembaga penyelenggara acara Mudik Gratis ini menyatakan transparan terkait pembiayaan yang digunakan. Menteri Ketenagakerjaan juga harus memberikan teladan agar SE yang telah dikeluarkan memiliki wibawa di mata publik. Selain itu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus meminta keterbukaan pembiayaan dari Kementerian Ketenagakerjaan dan lembaga penyambung, serta terus menjaga potensi terjadinya kebijakan korupsi di lingkungan Kementerian Ketenagakerjaan yang berhubungan dengan pemangku kepentingan lembaga penyambung di masa mendatang.