Rahmat Handayani: Hari Buruh Harus Dirayakan, Bukan Dikhawatirkan

Rahmat Handayani, Ketua Forum Pemimpin Redaksi (FPR) Riau

Pekanbaru, Satuju.com – Setiap tanggal 1 Mei, dunia memperingati Hari Buruh atau May Day sebagai bentuk penghormatan terhadap kontribusi besar para pekerja dalam membangun bangsa. Namun, peringatan ini justru menyisakan ironi bagi sebagian pekerja di Indonesia, khususnya di daerah-daerah yang masih mengalami ketidakseimbangan perlindungan tenaga kerja.

Meski pemerintah menetapkan 1 Mei sebagai hari libur nasional, kenyataannya masih banyak buruh yang tetap bekerja. Bukan karena kesetiaan semata, melainkan karena ketakutan: jika mereka libur, maka gaji atau kehormatan mereka otomatis dipotong. Bagi buruh harian lepas atau pekerja informal, satu hari tanpa penghasilan bisa berdampak besar pada kebutuhan hidup keluarga.

Padahal kondisi perekonomian di banyak daerah sedang sulit, bahkan mengalami defisit atau efisiensi,” ujar Rahmat Handayani, Ketua Forum Pemimpin Redaksi (FPR) Riau, dalam keterangannya, Kamis (01/05/25).

Rahmat menyoroti ketimpangan yang terjadi di Hari Buruh. Ia menilai bahwa seharusnya hari tersebut menjadi momen bahagia dan penuh penghargaan, bukan justru menjadi hari penuh kekhawatiran.

“Ini adalah hari mereka, Hari Buruh. Seharusnya bisa dirayakan dengan suka cita, bukan malah dipaksa tetap bekerja karena takut kehilangan upah,” tegas Rahmat.

Ia pun mendesak pemerintah pusat maupun daerah serta DPR/DPRD untuk benar-benar mendengarkan suara para buruh dan memperjuangkan hak mereka. Salah satu tuntutannya adalah agar perusahaan tidak lagi memotong gaji atau menghormati buruh yang memilih libur pada Hari Buruh.

“Pemimpin negeri, terutama di Provinsi Riau, harus mendengar kabar buruk dari para buruh. Tekankan kepada para pengusaha dan perusahaan untuk tidak semen-mena memotong penghasilan pekerja yang libur di Hari Buruh,” tegasnya lagi.

Sebagai Ketua FPR Riau, Rahmat menyatakan komitmennya untuk terus menyuarakan hak-hak buruh agar keadilan dan kesejahteraan benar-benar terwujud, bukan hanya menjadi slogan tahunan semata.