Kritik Komisi V dan Disnaker Riau, Kuasa Hukum: Jangan Mengaminkan kata Perusahaan, Ini Contoh Mediasi
Background saat RDP komisi V DPRD Riau dan Disnaker hanya menghadirkan pihak perusahaan. Advokat Endang Suparta (kiri) dan Waka Komisi V DPRD provinsi Riau, Abdul Kasim, SH (kanan).(Poto/ist).
Pekanbaru, Satuju.com - Rapat dengar pendapat (RDP) komisi V DPRD Provinsi Riau dengan PT. Mega Sanel Lestari (PT MSL) yang dikenal dengan sebutan Sanel Tour and Travel terkait penahan ijazah karyawannya menimbulkan banyak pertanyaan bagi publik.
RDP yang dilaksanakan oleh komisi V DPRD Riau hanya menghadirkan pihak perusahaan saja, tanpa menghadirkan para pekerja yang menjadi korban penahan ijasah oleh perusahaan.
Kegaduhan di ruang publik itu dipicu isi risalah hasil RDP yang terkuak ke publik. Dikatakan, hasil dari RPD dengan pihak perusahaan menghasilkan 4 point kesepakatan, sebagaimana yang dimuat dalam kanal riau.pks.id dengan judul artikel “Komisi V DPRD Riau Gelar RDP Terkait Dugaan Penahanan Ijazah oleh PT Megasanal Tour and Travel”
1. Pihak PT Megasanal Tour and Travel bersedia mengembalikan ijazah milik pekerja, dengan syarat bahwa pekerja yang bersangkutan membuat pernyataan klarifikasi di media massa mengenai pemberitaan sebelumnya. Pihak perusahaan menyebutkan bahwa penahanan ijazah terjadi karena adanya pelanggaran yang dilakukan oleh pekerja semasa bekerja.
2. Pengembalian ijazah akan dilakukan setelah pernyataan publik tersebut dibuat. Tercatat ada 4 ijazah yang saat ini ditahan dan akan dikembalikan sesuai kesepakatan. Berdasarkan data dari Dinas Tenaga Kerja, dari total 12 pengadu, hanya 5 orang yang benar-benar pernah menjadi karyawan di PT Megasanal. Dari lima tersebut, satu orang tidak memiliki ijazah yang ditahan.
3. Komisi V meminta Dinas Tenaga Kerja memanggil para pekerja yang bersangkutan untuk menyampaikan hasil RDP dan permintaan klarifikasi dari perusahaan atas pernyataan sebelumnya di media.
4. Perusahaan telah menitipkan keempat ijazah tersebut kepada Komisi V DPRD Riau, dan akan diserahkan secara resmi kepada pekerja yang bersangkutan setelah seluruh proses mediasi dan klarifikasi selesai. Proses serah terima akan disaksikan langsung oleh Dinas Tenaga Kerja Provinsi Riau dan Anggota Komisi V DPRD Riau.
Menanggapi isi kesepakatan yang telah dicapai oleh komisi V dengan PT. Megasanal Tour and Travel, Kuasa hukum dari para korban, Advokat Endang Suparta, mengaku kecewa. Pasalnya ia mengaggap RDP yang dilakukan oleh Komisi V DPRD Provinsi Riau itu tidak berimbang hanya mendengarkan keterangan sepihak dari perusahaan saja tanpa diimbangi dengan keterangan dari pihak pekerja, Apalagi kata Endang dikatakan 4 point hasil RDP Itu merupakan kesepakatan.
“Terus terang saya agak kaget, ini kesepakatan apa? Yang korban siapa?, yang buat kesepakatan siapa? Korban juga tidak pernah melapor ke komisi V," ungkap Endang. Kesal Sabtu malam (10/5/25).
Dijelaskan oleh Endang, jika melakukan mediasi maka harus di hadiri oleh para pihak, ia mencontohkan, dalam melakukan mediasi itu harus dihadiri oleh pelapor dan terlapor, atau korban dan pelaku. setelah para pihak hadir maka baru bisa dilakukan mediasi yang dipandu oleh seorang mediator, jika dalam mediasi tersebut ada hal yang disepakati oleh para pihak, maka baru dapat disebut tercapai kesepakatan.
“Jadi lucu saja jika ada kesepakatan dalam mediasi, tetapi tidak dihadiri oleh para pihak," ujar mediator nasional itu menjelaskan mekanisme melakukan mediasi.
Advokat Endang Suparta, juga mengkritik keras Komisi V DPRD Provinsi Riau yang hanya mendengarkan keterangan dari pihak perusahaan tanpa mengkonfrontir kepada korban. Seharusnya kata Endang, Komisi V membentuk tim investigasi turun kelapangan memeriksa kebenaran dari informasi yang di sampaikan pihak perusahaan.
“Apa lagi dalam pertemuan itu dikatakan ada karyawan yang melakukan pelanggaran, minta pihak perusahaan buktikan, pelanggaran apa yang telah di perbuat karyawan, telusuri dan bentuk tim investigasi untuk membuktikannya, jangan hanya mengaminkan apa yang dikatakan perusahaan," ujar Endang.
Kuasa hukum para korban Endang Suparta, juga mengkritik Dinas Tenaga Kerja Provinsi Riau yang dinilainya lamban dalam menangani laporan pengaduan yang telah diajukan.
“Padahal sudah jelas, pada lembar serah terima ijazah itu dituliskan nama pegawai yang bertindak mewakili perusahaan untuk menerima ijasah dari klien kami, tetapi tidak ada upaya konkrit dari pihak Disnaker untuk serius menindak lanjuti laporan kami. orang yang kami laporkan itu hanya dipanggilnya saja tanpa di BAP.
Padahal sambung dia, “Semua bukti - bukti dan data data sudah kami pegang, dan kami siap memberikan bukti - bukti itu jika diminta oleh Disnaker," ujarnya mantap.
Advokat Endang juga menanggapi informasi yang mengatakan karyawan meninggalkan pekerjaan tanpa pesan atau resign tidak datang untuk mengambil ijazah tersebut.
Endang menjelaskan, alasan karyawan mengundurkan diri karena menerima gaji dibawah Upah Minimum Regional (UMR), bahkan ada karyawan yang menerima gaji hanya Rp 1 juta Rupiah perbulan.
Kemudian sambung Endang, karyawan mengundurkan diri karena job desk nya yang tidak sesuai, yang mana pada saat melamar pekerjaan dengan posisi sebagai kurir, namun ternyata dipindahkan kebagian gudang dan mengangkat-angkat barang, karena tidak sanggup karyawan tersebut mengundurkan diri.
“ironisnya, ketika mereka mengundurkan diri, para pekerja itu diminta membayar uang pengganti oleh perusahaan, ada yang diminta sebesar Rp5 juta, ada yang diminta Rp13 juta bahkan ada yang diminta membayar uang pengganti sebesar Rp 35 Juta," ungkap endang mendengar pengakuan dari kliennya.
“Yang menarik yang terakhir ini, dia bekerja dengan gaji Rp1 juta, kemudian oleh perusahaan di buatkan perjanjian kerja dengan durasi 3 tahun, seiring berjalannya waktu ketika baru bekerja sebulan karyawan ini tidak sanggup dan memutuskan mengundurkan diri karena beban kerja yang diterima dengan gaji yang diperoleh tidak seusai, namun oleh perusahaan disuruh membayar uang pengganti 35 bulan kedepannya (sisa kontrak yang belum dijalani – red) sebesar Rp35 juta. Mana sanggup karyawan membayar uang sebayak itu," terang Endang dengan nada lirih.
Advokat Endang mengatakan, informasi yang dia dapat dari para pekerja, bahwa mereka tergiur bekerja di perusahaan karena adanya iming - iming yang mengatakan bahwa setelah bekerja selama tiga bulan, maka dibulan ke empat gajinya akan disesuaikan dengan UMR, namun ternyata setelah bekerja di bulan ke empat, gaji yang mereka terima tidak disesuaikan dengan UMR.
“Bahkan saat mereka masih bekerja, perusahaan menerapkan denda keterlambatan absensi yang nominalnya memberatkan para pekerja, bahkan jika tidak masuk kerja perusahaan memotong gaji mereka sebesar Rp500 ribu perharinya, jika tidak masuk dua hari, maka gaji mereka dipotong sebesar Rp 1 juta, sementara gaji yang diterima hanya sebesar Rp 1,5 juta, akhirnya gaji yang mereka terima Rp500 ribu hanya gara - gara tidak masuk kerja 2 hari," tutup Advokat Endang Suparta.
Wakil Ketua Komisi V DPRD Provinsi Riau Abdul kasim saat dikonfirmasi terkait tidak dihadirkannya para pekerja dalam RDP silam mengatakan bahwa pihaknya berprinsip dalam RDP itu bukan membahas tentang regulasi melainkan ingin mengetahui kebenaran informasi yang beredar dimasyarakat tentang penahanan ijazah karyawan yang ditahan oleh PT Sanel.
“Ternyata dalam RDP tersebut terbukti pihak perusahaan benar adanya menahan ijasah karyawan, karena kemarin mereka tidak mengaku bahwa menahan ijazah karyawannya," ucap Abdul kasim Sabtu malam (10/5/25).
Abdul kasim menegaskan komisi V DPRD Provinsi Riau fokus agar para karyawan tersebut kembali mendapatkan ijasahnya. "Jadi tidak ada kepentingan lain selain daripada itu," ucapnya menegaskan.
Abdul Kasim menjelaskan, bahwa ia telah meminta kepala Dinas Tenaga Kerja untuk menindak lanjuti temuan - temuan yang didapat saat RDP.
“Saya minta ke pak Kadis untuk menggali karena bukti awal sudah ada, carikan bukti bukti konkret lainnya kepada para pekerja seperti bukti serah terima ijasah dan bukti bukti lain yang diperlukan," ujarnya.
Abdul Kasim juga mengklarifikasi bahwa komisi V DPRD Provinsi Riau tidak berupaya melangkahi komisi III DPRD Kota pekanbaru dalam perkara penahan ijazah karyawan oleh PT Sanel.
“Kami tidak melangkahi kebijakan komisi III DPRD Kota pekanbaru, silahkan saja proses terus, RDP ini kami lakukan karena Dinas tenaga kerja Provinsi Riau merupakan mitra kerja kami, jadi kami juga berhak memanggil mempertanyakan kasus ini kepada Disnaker Riau," tutupnya.

