Pemeriksaan Klarifikasi Kasus Dugaan Ijazah Palsu: Antara Profesionalisme Penyidik dan Hak Terlapor
Damai Hari Lubis, Pengamat KUHP (Kebijakan Umum Hukum dan Politik)
Penulis: Damai Hari Lubis, Pengamat KUHP (Kebijakan Umum Hukum dan Politik)
Satuju.com - Proses klarifikasi kemarin (14/5/2025) yang dijalankan oleh Kurnia Tri Royani di unit 4 dan Rizal Fadillah di unit 1 Reskrimum Polda Metro Jaya, sangat melelahkan, karena dimulai sejak pukul 10 pagi sampai sekitar pukul 21.30, dengan 3 kali jeda (isoma), namun molor, karena Tri Royani menemukan beberapa kekeliruan pengetikan BAP sehingga perlu direvisi.
Adapun proses klarifikasi oleh Penyidik terhadap Terperiksa Kurnia didampingi Pengacara Arvid Saktyo, sedangkan Terperiksa Rizal Fadillah didampingi oleh Djuju dan Gunawan, yang ketiga nya merupakan Pengacara TPUA/ Tim Pembela Ulama dan Aktivis, dan menyelesaikannya pemeriksaan sampai dengan penandatanganan BAP hampir sama sekitar pukul 22.30 malam.
Lamanya pemeriksan pada tahap klarifikasi ini adalah wajar, karena pelapor adalan orang besar selaku mantan Presiden selama satu dekade (2014-2024) sehingga pada dirinya memiliki hak istimewa
Lebih lanjutnya, delik yang disampaikan (dilaporkan) membutuhkan jenis terkait proses hukum pidana yang substansial demi mendapatkan serta menemukan kebenaran materil (materiele waarheid) atau kebenaran yang hakiki
Sehingga lamanya pemeriksaan tentunya dapat dipahami, agar para penyidik sebagai aparatur negara tidak salah menghukum, dan tidak berlaku dzalim terhadap orang yang tidak sepatutnya dipersalahkan terlebih kedua Terperiksa berpfrofesi sebagai penegak hukum, yang berdasarkan pasal 5 ayat (1) UU. Tentang advokat, selain dan selebihnya kedua anggota TPUA terperiksa termasuk Roy Suryo Cs sedang menjalankan perintah hukum positif (undang-undang) yang harus berlaku yakni pasal-pasal terkait Peran Serta Masyarakat yang diamanahi seluruh sistim konstitusi di Negara Republik Indonesia dan niatan luhur Roy dan Rismon sebagai pakar IT justru sedang sumbangsih ilmunya dalam bingkai ilmiah serta demi nama baik almamaternya (UGM)
Kesimpulannya, para penyidik dalam melaksanakan pemeriksaan kemarin (Rabu, 14 Mei 2025) telah berlaku profesional dan proporsional, tidak terdapat intimidasi dan tidak subjektif serta tidak tendensius dalam melontarkan pertanyaan-pertanyaan dalam pembuatan BAP.
Mudah-Mudah Para Penyidik untuk selanjutnya akan tetap mengedepankan asas objektifitas dan asas netralitas (mandiri) serta mengacu pada adagium hukum, "lebih baik membebaskan 1000 (seribu) orang yang bersalah daripada menghukum satu orang yang tidak bersalah".
Oleh karena itu karena hukum TPUA berharap, Penyidik Polda Metro Jaya cukup memproses hukum cukup sampai tingkat penyelidikan saja, tidak melanjutkan ke tingkat penyidikan kepada seluruh Terlapor Dr. Eggi Sudjana, Dr. Roy Suryo, Dr. Rismon, dr. Tifa, dan Kurnia Tri Royani, SH. maupun Rizal Fadillah, SH. serta seorang insan pers, yakni Mikael Sinaga yang berprofesi jurnalistik, sesuai UU. Tentang Pers.
Selanjutnya demi kepastian hukum, maka agar tidak tumpang tindih atau dualistik antara pelaporan Jokowi di Penyidik reskrimum Polda Metro Jaya dan pengaduan pihak TPUA di Dumas Bareskrim Mabes Polri, selain TPUA lebih dulu melakukan pengaduan terkait dugaan Jokowi menggunakan Ijazah palsu dari fakultas Kehutanan UGM pada Tanggal 9 Desember 2024, kedua tempat pelaporan (pengaduan) adalah institusi yang sama atau satu atap, namun Mabes Polri lebih tinggi levelitasnya di kelembagaan (Polri) dan Dittipidum Bareskrim Mabes Polri sudah lebih dulu melakukan penyelidikan terhadap 4 orang pengadu (TPUA).
Maka logistik Polda mengalah, lalu menyerahkan kepada Mabes Polri untuk melanjutkan perkara a quo in casu yang sejatinya identik, yakni Jokowi merasa tercemar nama baik karena merasa difitnah oleh TPUA dan Roy Suryo Cs karena tuduhan dirinya (Jokowi) Ijazah palsu
Sementara sesuai asas keterbukaan publik, Jokowi selaku pejabat publik saat menjadi penyelenggara negara dan saat ini sebagai dewan pengarah di Danantara nyata lalai untuk melakukan klarifikasi tuduhan publik Jo. UU. Keterbukaan Informasi Publik.

