Jokowi dan Fenomena Notoire Feiten Notorius: Ketika Kebohongan Jadi Watak Kekuasaan

Ilustrasi. (Poto/net).

Penulis: Damai Hari Lubis, Pengamat KUHP (Kebijakan Umum Hukum dan Politik)

Satuju.com - Sosok Jokowi yang dapat dikatakan kerap berperilaku pembohong karena puluhan kali berdusta (pembohong besar), hal ini sudah menjadi sepengetahuan masyarakat bangsa ini umumnya, selama dirinya menjabat presiden RI bahkan pra Cagub DKI Jakarta. Dan terhadap ringkasannya ini TPUA (Tim Pembela Ulama dan Aktivis) pernah mengajukan gugatan melalui PN. Jakarta Pusat.

Dalam teori hukum ada istilah yang dikenal dengan notoire feiten notorius, 'sepengetahuan umum terhadap seseorang yang terbiasa berperilaku negatif' (terbiasa melanggar norma atau kaidah hukum), sehingga dapat menjadi alat bukti hakim dalam konferensi sebagai salah satu bahan pemutus.

Ternyata faktor tipikal yang mendasari, pasca lepasnya jabatan presiden pun, terus melekat pada sosok Jokowi. 

Misalnya, saat bertemu dengan 3 (tiga) orang pengurus TPUA di Solo, di rumahnya, Jokowi mengatakan tidak akan menampilkan ijazahnya kecuali diperintahkan oleh Pengadilan. Ternyata pasca kepulangan TPUA dari Kota Solo (satu diantaranya penulis), diberitakan oleh banyak media, 'Jokowi justru mengundang 11 insan pers dan menampilkan ijazah aslinya, namun tidak boleh difoto'?

Namun sebaliknya saat mediasi di Pengadilan Negeri Surakarta (saat ini sidang tengah berjalan), dalam gugatan terkait keaslian ijazah SMA nya. Jokowi juga tidak mau menampilkan ijazahnya?

Dan kini Jokowi pasca melaporkan Roy-Rismon cs, booming berita, "Jokowi menyerahkan ijazah S.1 asli dalam peta kuning ('seolah peta berisi ijazah aslinya dia tekuk') ke Pihak Penyidik ​​Polda Metro Jaya", nyatanya tidak.

Tak lama beberapa hari berselang, publis video berikut gambar Jokowi, dirinya mengatakan "menitipkan ijazah asli S.1 miliknya untuk diserahkan kepada Penyidik ​​melalui adik Iparnya, karena sebagai keluarga orang yang dia percayai"

Ternyata apa yang dikatakan, Jokowi hanya foto copi gambaran karakteristik (etos) yang ia miliki, yakni hobi berbohong, sehingga perilaku Jokowi sesuai asas dan teori notoire feiten notorius.

Lalu akan kah kelak, Jokowi juga berbohong, saat dimintakan ijazah aslinya oleh Para Penyidik, untuk digunakan sebagai bahan proses analitik keaslian Ijazahnya melalui laboratorium digital forensik terkait, karena kausalitas hukum atas laporan dirinya terhadap Dr. Roy Cs plus Anggota TPUA, yang menuduh dirinya pengguna Ijazah S-1 palsu.

Apakah modus 'kebohongan' Jokowi bakal menggunakan pola, bahwa "Ijazah Asli SMA dan S-1 nya dari Tehnik Perkayuan Fakultas UGM hilang saat dalam perjalanan" atau entah dimana, ketika adik iparnya menuju Polda? Dengan bukti 'laporan kehilangan' yang dibuat di kantor polisi melalui subjek pelapor sang adik ipar?

Lalu apakah pihak Penyidik ​​Polda Metro Jaya percaya? Lalu apakah para terlapor Roy Cs akan tetap melanjutkan ke tahap penyidikan?

Atau apakah kasus laporan Jokowi akan dihentikan melalui SP 3 (Surat Perintah Penghentian Penyelidikan)?

Tentunya akan berakibat hukum perkara yang dilaporkan melalui PROSES HUKUM PENGADUAN DI DUMAS MABES POLRI, BAKAL TERUS DITINDAK LANJUTI? Selain karena proses hukum terhadap para pengadu sudah dalam tahap investigasi, dengan kata lain penyelidikan efektif berlangsung, dengan bukti sudah dilaksanakannya proses BAP oleh 4 (empat) orang Pengadu Anggota TPUA, yaitu DHL (Penulis), RF, MJ, RE.