Kemah Seminggu Mahasiswa UGM: Aktivisme Semu di Tengah Politisasi Kampus

Universitas Gadjah Mada.(Poto/net)

Penulis: Damai Hari Lubis Pengamat KUHP (Kebijakan Umum Hukum dan Politik)

Satuju.com - Tepatnya hari Rabu (21/5/2025) dalam rangka "Seminggu Kemah di Balairung UGM", akhirnya (Selasa, 27/5/2025) kelompok Mahasiswa 'eksklusif' UGM menyampaikan 9 tuntutan, dengan dibumbui sedikit drama, pasca selesainya Sang Rektor memulai 9 tuntutan, rektor UGM Prof. mengerti apa tujuan mereka mengejar 'sosok benda mati' yang ditumpangi Prof. Ova. 

Lalu hasil dari kemah seminggu sesuai pernyataan dari 'jubir' siswa, muncul pengingat, sehingga gambaran tuntutan berakhir nilai nol (nir hasil). 

Walaupun semua tuntutan sudah mendapat tanggapan Rektor UGM tentu saja pro-kontra hal subyektif dan lumrah.

Namun jika disimak, dalam 9 tuntutan yang menurut mereka penting, kenyataannya tidak ada satu pun klausula yang membahas ijazah S-1 Jokowi, yang diakui asli oleh semua civitas rektorat dan dekanat, namun 'produk' ijazah UGM a quo in casu justru disampaikan kepada publik merupakan Ijazah Palsu dan pemberitaannya tetap menghangat bahkan terus menjadi topik diberbagai media mainstream dan konvensional.

Selebihnya Ijazah Jokowi menjadi kontroversial, terutama terkait tuduhan ijazah palsu sudah ada pengaduan (9/12/2024) kepada pihak Bareskrim Mabes Polri oleh Kelompok masyarakat yang bernama TPUA (Tim Pembela Ulama dan Aktivis), kemudian kini sudah berkembang dengan adanya pelaporan ke pihak penyidik ​​Dirkrimum Polda Metro Jaya oleh Jokowi (30/4/2025), lalu slow but sure laporan Jokowi sudah memulai kejadian seperti BAP baik terhadap para saksi, maupun kepada para Terlapor.

Dan diantara mereka yang gigih dan serius berjuang untuk membersihkan serta memulihkan nama baik UGM serta semata-mata demi mendapatkan kepastian hukum, adalah senior mereka, alumnus UGM yakni dua orang pakar IT. Dr Roy Suryo dan Dr. Rismon Sianipar, yang dengan keahliannya juga keberaniannya ikut serta mengungkap dengan metode algoritma (ilmiah) yang menghasilkan ijazah Jokowi 100% 'bodong'.

Tentunya hal temuan ilmiah terkait Ijazah Palsu ini, merupakan peristiwa sejarah yang meramalkan almamater dan seyogyanya juga mencederai peserta kemah seminggu, termasuk para alumnus dan seluruh civitas akademik UGM, karena kategori beritanya mengandung unsur negatif dengan tingkat nasional, bahkan 'go internasional', tetapi mengapa mereka tak perduli, selain dan selebihnya para peserta sedikit lama berinteraksi untuk membahas dan menyusun tuntutan mosi dalam kemah selama seminggu terkait primer jujur ​​tuntutan agar 'rektor berlaku perihal Ijazah Jokowi'.

Maka jika diamati perilaku para mahasiswa peserta kemah seminggu mahasiswa UGM, yang tanpasik poin penting terkait 'behavior of campus intelektual leader' atau perilaku para petinggi kampus UGM yang tendensius dalam satu dekade mengawal aib "ketidakjelasan Ijazah S-1 Asli Jokowi dari Fakultas Kehutanan UGM tentu terasa aneh dimata publik, atau kah para mahasiswa yang berkemah marwahnya sebagai halus 'eks kampus elit' ini, sudah disusupi arwah pencitraan ala Jokowi pra berkemah?"

Sehingga publik eksternal sebagai masyarakat pemerhati Gerakan Politik Mahasiswa Episode Kemah mingguan' di Balairung UGM ini menjadi tontonan yang lumayan menggelikan, karena antiklimaks daripada upaya perbaikan terhadap kerusakan moral para intelektual yang dipercaya mengelola "pabrik edukasi" pemimpin yang semisal role model, tentu analogi kualitas ideal Perguruan Tinggi Negeri dengan segala eksistensi dan partisipasinya serta peruntukannya tidak hanya khusus untuk mahasiwa UGM namun harus berguna bagi seluruh bangsa ini.

Maka wajar 'penonton' gerakan Kemah Seminggu yang positif berharap melahirkan "pertobatan" Sang Rektor untuk mengungkap misteri Ijazah Gelap menjadi Terang, merasa kecewa karena tuntutan skrip dengan ending "Mengejar Mobil Rektor Ova".