Kejujuran kepada Publik: Klarifikasi Dosen Pembimbing dan Validitas Ijazah Adalah Kewajiban Moral
Jokowi.(Poto/net).
Penulis: Damai Hari Lubis, Pengamat KUHP (Kebijakan Umum Hukim dan Politik)
Satuju.com - Jokowi sebagai seorang tokoh negarawan seharusnya memberikan teladan moral yang kuat, terutama dalam hal kejujuran dan keterbukaan kepada publik. Dalam negara demokrasi yang sehat, transparansi bukanlah pilihan, melainkan kewajiban etis, terutama bagi pejabat publik tertinggi.
Belakangan, pernyataan Jokowi yang menyebut nama Kasmujo sebagai dosen pembimbing skripsinya kembali menjadi sorotan. Hal ini memicu pertanyaan setelah Kasmujo sendiri menyatakan bahwa pada tahun 1985 ia masih berstatus asisten dosen (asdos), bukan dosen pembimbing. Menangapi hal itu, Jokowi kemudian mengklarifikasi bahwa Kasmujo bukan dosen pembimbing skripsi, melainkan pembimbing akademik. Lalu timbul pertanyaan dari masyarakat: adakah bukti berupa SK penunjukan pembimbing akademik dari UGM?
Wajar jika masyarakat meminta klarifikasi lebih lanjut. Bukankah menyebut nama dosen pembimbing skripsi adalah hal yang lazim dan seharusnya mudah dilakukan oleh pun yang pernah menyusun skripsi? Mengapa justru yang disebut adalah sosok yang bukan dosen pembimbing? Ini mengundang tanda tanya serius.
Sebagai warga negara, masyarakat berhak mendapatkan penjelasan yang jujur dan logis. Jika memang Jokowi memiliki dosen pembimbing skripsi, sudah sepatutnya ia menyampaikan secara terbuka siapa nama dosen tersebut. Jika alasan karena lupa, itu pun bisa diterima sebagai bentuk kejujuran, asalkan diikuti upaya membuka kembali data dari pihak universitas terkait.
Namun jika tidak bisa menyebutkan siapa dosen pembimbing skripsi secara sah dan terdokumentasi, maka pertanyaan mengenai keaslian ijazah dan status akademik Jokowi akan semakin menguat di tengah masyarakat. Apalagi beredar informasi yang belum terverifikasi mengenai dugaan ijazah yang tidak dipublikasikan langsung dari institusi resmi, bahkan disebut berasal dari lokasi yang bukan institusi akademik, seperti sebuah tempat di Pasar Pramuka, Matraman.
Dalam konteks ini, sangat penting bagi aparat penegak hukum, khususnya penyidik Bareskrim dan Direktorat Reskrimum, untuk secara terbuka dan ilmiah menyebarkan keabsahan ijazah Jokowi. Metode yang digunakan pun seharusnya sudah bergeser dari verifikasi kasat mata ke pendekatan ilmiah forensik yang dapat diuji kebenarannya melalui teknologi forensik digital, laboratorium independen, dan analisis IT oleh para ahli netral.
Pemeriksaan ini juga penting untuk melibatkan pihak universitas—rektorat dan dekanat UGM—serta alumni seangkatan atau teman kuliah yang bisa memberikan keterangan pembanding yang valid.
Mengapa ini penting? Karena seseorang yang memegang kekuasaan penuh terhadap kebijakan nasional harus memiliki dasar moral dan hukum yang kuat. Jika hal ini dibiarkan menggantung tanpa penerangan, kepercayaan rakyat terhadap institusi negara akan semakin terkikis.

