Gajah TNTN Kibarkan Bendera Merah Putih: Kami juga punya Hak Hidup di Negeri Ini!

Background, Rabu, 18 Juni 2025, ribuan massa memenuhi Bundaran Tugu Zapin depan Kantor Gubernur Riau. Seekor Gajah Sumatra dari Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) terekam kamera tengah mengangkat bendera merah putih.(Poto/ist).

Pekanbaru, Satuju.com - Seekor Gajah Sumatra dari Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) terekam kamera tengah mengangkat bendera merah putih dengan belalainya yang bersumber dari Kementerian Kehutanan Republik Indonesia dan Taman Nasional Teso Nilo. Foto-foto tersebut tersebar luas di media sosial, bukan hanya karena visualnya yang menggugah, tetapi karena maknanya yang dalam: “Aku masih punya hak untuk tinggal di negeri ini.”

Simbolik ini muncul di tengah konflik panas seputar penertiban kawasan TNTN, yang sejak lama dirambah dan berubah menjadi kebun sawit ilegal. Pemerintah melalui Satgas Penertiban Kawasan Hutan (PKH) mulai melakukan penyitaan dan pemasangan rencana larangan di kawasan yang selama ini dikuasai secara ilegal. Namun, langkah ini justru memicu demo besar-besaran oleh sekelompok massa yang mengklaim mewakili masyarakat dan mahasiswa Pelalawan.

Rabu, 18 Juni 2025, ribuan massa memenuhi Bundaran Tugu Zapin di depan Kantor Gubernur Riau. Mereka menolak penertiban dan relokasi aktivitas perkebunan sawit di kawasan TNTN. Namun, di balik spanduk dan orasi, Ormas Pemuda Tri Karya (PETIR) mengungkap sisi gelap dari aksi tersebut.

“Kami punya data bahwa sebagian besar lahan dikuasai oleh individu yang menyamar sebagai rakyat biasa. Bahkan ada yang berdaya ribuan hektar,” tegas Ketua Umum DPN PETIR, Jackson Sihombing. Rabu (18/6/2025).

PETIR menilai tekanan terhadap Satgas PKH adalah bagian dari strategi segelintir elite kebun sawit untuk mempertahankan kepemilikan ilegal. Hal ini diperkuat oleh fakta bahwa sewa dump truk untuk aksi tersebut mencapai puluhan juta rupiah—suatu hal yang lazim untuk masyarakat kecil.

Sementara itu, Ketua DPH LAM Riau Kabupaten Pelalawan, Tengku Zulmizan, secara terbuka membantah klaim massa aksi. Ia memastikan bahwa masyarakat Pelalawan mendukung penuh upaya penertiban.

“Saya sudah memeriksa organisasi pelajar Pelalawan, dan mereka semua tidak terlibat. Justru mereka mendukung Satgas PKH,” dia.

Dukungan serupa datang dari Koordinator Pusat BEM se-Riau, Ahmad Deni Jailani, yang mengecam adanya oknum mahasiswa yang membela perambah hutan. BEM se-Riau menilai penertiban ini sebagai bagian dari reformasi tata kelola kehutanan yang tertua dalam Perpres No. 5 Tahun 2025.

“TNTN adalah warisan ekologis yang harus diselamatkan. Penertiban ini bukan sekedar hukum, tapi tanggung jawab generasi,” kata Deni.

Namun, setelah aksi massal, taman kota Pekanbaru rusak parah dan dipenuhi sampah. Kapolda Riau Irjen Pol. Herry Heryawan pun geram. “Kalian minta keadilan, tapi merusak taman kota dan membiarkan sampah berserakan. Makhluk hidup lain juga minta keadilan,” tegasnya lantang di lokasi aksi.

Sementara manusia bertikai soal hak atas lahan, gajah-gajah di Tesso Nilo yang dulunya bebas berkeliaran, kini terusir perlahan oleh ekspansi kelapa sawit dan kepentingan ekonomi. Foto sang gajah yang mengangkat bendera itu menjadi peringatan: alam pun berhak merdeka.

"Tesso Nilo bukan hanya pelestarian lahan. Ia adalah rumah terakhir gajah, harimau, dan kehidupan yang tak bisa bersuara. Kini mereka bicara, lewat aksi diam yang menggugah: Merdeka adalah juga hak satwa pembohong". BACA JUGA INI SELENGKAPNYA: https://www.satuju.com/berita/11261/soal-penerbitan-kawasan-tntn-bem-se-riau-bongkar-oknum-mahasiswa-aksi-penolakan-relokasi.html