Tim Hukum: Kriminalisasi Terhadap dr. Arnaldo di Kasus RSD Madani, Murni Persoalan Administratif

dr. Arnaldo Eka Putra, Sp.PD.(Poto/ist).

Pekanbaru, Satuju.com — Tim kuasa hukum dr. Arnaldo Eka Putra, Sp.PD, menyampaikan pernyataan resmi terkait penetapan klien mereka sebagai tersangka dalam kasus proyek pembangunan di RSD Madani Kota Pekanbaru. Dalam konferensi pers, mereka menegaskan bahwa perkara ini tidak seharusnya masuk ke ranah pidana karena murni merupakan persoalan administrasi dan politik anggaran.

dr. Arnaldo ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan Laporan Polisi Nomor: LP/B/301/III/2025/SPKT/POLRESTA PEKANBARU/POLDA RIAU, yang dilayangkan oleh CV. Batu Gana City atas tiga paket program rehabilitasi dan pembangunan di RSD Madani bernilai total Rp2,1 miliar.

Ketiga kegiatan tersebut sudah rampung secara fisik, terdokumentasi, serta dilaksanakan berdasarkan Surat Perintah Kerja (SPK) resmi. Namun pembayaran belum dilakukan karena kendala birokrasi dan terbatasnya anggaran Badan Layanan Umum Daerah (BLUD).

“Klien kami menjalankan kebijakan institusional untuk kepentingan layanan publik dan tidak ada satu rupiah pun keuntungan pribadi yang diperolehnya,” tegas H. Suharmansyah, SH., MH, selaku ketua tim penasihat hukum.

Menurut mereka, tindakan dr. Arnaldo dilakukan dengan pertimbangan penyelamatan nyawa (life saving) dan sesuai regulasi, seperti Peraturan Direktur RSD Madani Nomor 49 Tahun 2022 dan Perwako Pekanbaru Nomor 143 Tahun 2021. Namun, proses administrasi terhambat karena pergantian Wali Kota dan penghentian mendadak terhadap dr. Arnaldo sebagai Direktur pada tahun 2024.

“Yang memprihatinkan, CV.Batu Gana City tetap melaporkan secara pidana padahal akar masalahnya adalah kebocoran keuangan, bukan penipuan,” tambah Atma Kesuma, SH., MH, anggota tim hukum lainnya.

Diketahui, CV. Kota Batu Gana juga telah mengajukan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri Pekanbaru pada tanggal 11 April 2025 (Nomor perkara: 115/Pdt.G/2025/PN Pbr). Hal ini menunjukkan bahwa kasus yang sama telah berjalan dalam jalur perdata. Tim kuasa hukum merujuk pada PERMA No. 1 Tahun 1956 yang menyatakan perkara pidana harus berjangka jika berkaitan dengan pembelaan perdata yang belum memutuskan (prinsip prejudicieel geschil).

Tim hukum menyatakan ada kekeliruan dalam penerapan Pasal 378 KUHPidana terkait dugaan penipuan, karena tidak ada unsur niat jahat maupun penguasaan melawan hukum dalam tindakan klien mereka.

Mereka juga menilai kasus ini berpotensi menjadi preseden kriminalisasi kebijakan publik yang dapat mencakup keberanian pejabat negara dalam membuat kebijakan layanan publik.

Sebagai tindak lanjut, tim hukum meminta pengawasan dari Komisi Kejaksaan, Komisi Yudisial, Komisi Pemberantasan Korupsi, dan Badan Pengawasan MA agar perkara ini diselesaikan secara objektif dan adil. Mereka bahkan mendorong agar dilakukan penyadapan komunikasi antara pengacara, jaksa, dan hakim yang menangani kasus ini.

“Ini bukan sekedar pembelaan terhadap dr. Arnaldo, tapi juga pembelaan terhadap profesionalisme dan integritas pelayanan publik,” tutup Rahmat Taufiq, SH., MH.CPM, salah satu anggota tim hukum.