Penanganan Kasus G.E dan S.V.K Dinilai Cacat Hukum, Kuasa Hukum Minta Polda Riau Gelar Perkara Ulang/Khusus
Penanganan Kasus G.E dan S.V.K Dinilai Cacat Hukum, Kuasa Hukum Minta Polda Riau Gelar Perkara Ulang/Khusus
Pekanbaru, Satuju.com - Penetapan dua tersangka kasus dugaan penipuan dan penggelapan oleh penyidik Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Riau terhadap warga Kelapa Gading Timur, Jakarta Utara, berinisial GE dan warga Tanjung Priok, Jakarta Utara, berinisial SVK, dinilai sangat memaksa dan sepihak. Kuasa hukum kedua tersangka pun meminta agar dilakukan gelar perkara ulang karena menilai tuduhan terhadap kliennya tidak berdasar hukum dan terkesan sebagai kasus "pesanan".
Perwakilan dari kantor hukum Silfester Matutina & Partners, Andi Lala, SH., MH., menjelaskan kepada wartawan bahwa kronologi sebenarnya berkaitan dengan hubungan kemitraan antara kliennya dan pelapor, ED
"Klien kami, GE dan SVK, bersama pelapor ED dan satu tersangka lainnya, NS, memiliki hubungan kerja sama sebagaimana tertuang dalam Perjanjian Kerja Sama Kemitraan Nomor: 01/SBI/III/2024 tertanggal 6 Maret 2024 antara PT Scoo Beauty Inspira dan ED, serta Addendum Perjanjian Kerja Sama Pelayanan Jasa Hukum Nomor: 001/A/SCOO/VI/2024 tertanggal 3 Juli 2024 antara PT Scoo Beauty Inspira dan PT Andika Beauty Inspira. Kerja sama tersebut bergerak di bidang bisnis ritel produk perawatan kulit (skincare), kosmetik, aksesori, serta makanan dan minuman,” ungkap Andi.
Menurutnya, pokok perkara justru berawal dari peminjaman uang secara pribadi oleh tersangka NS kepada pelapor ED sebesar Rp500 juta. Dalam hal ini, kliennya tidak mengetahui maupun terlibat dalam transaksi tersebut.
“Peminjaman itu dilakukan secara pribadi oleh NS tanpa sepengetahuan klien kami. Klien kami juga tidak mengetahui adanya komunikasi awal antara NS—yang saat itu menjabat sebagai Direktur PT Scoo Beauty Inspira—dengan pelapor. Klien kami memahami bahwa pelapor telah sepakat berbisnis dengan mereka berdasarkan kesepakatan kemitraan yang sah. Di luar itu, termasuk soal peminjaman uang, sama sekali bukan bagian dari kesepakatan kerja sama,” tegas Andi.
Oleh karena itu, pihak hukum yang berwenang menilai penetapan tersangka terhadap GE dan SVK adalah tindakan sewenang-wenang. Mereka mendesak agar Ditreskrimum Polda Riau segera menggelar perkara ulang agar kasus ini menjadi terang.
Lebih lanjut, Andi menyoroti dugaan ketidakprofesionalan penyidik Ditreskrimum Polda Riau dalam menangani kasus ini.
"Klien kami, maupun kami sebagai kuasa hukum, tidak pernah dilibatkan atau diundang dalam proses gelar perkara. Kami juga tidak diberikan kesempatan menyampaikan kronologi peristiwa. Hal ini mencederai hak klien kami untuk mendapatkan perlindungan hukum yang adil," ujarnya.
Ia menambahkan bahwa banyak prosedur yang dinilai cacat hukum dalam proses penyelidikan kasus ini. Pihaknya pun telah mengajukan permintaan resmi untuk dilakukan gelar perkara ulang melalui surat bernomor: Prmh 111/GPK/SM/07/07, tertanggal 7 Juli 2025.
“Permintaan ini kami ajukan sebagai bagian dari perlindungan hak warga negara. Kami meminta agar Ditreskrimum, melalui Kabag Wassidik, mengakomodasi permohonan gelar perkara ulang atau gelar khusus yang menghadirkan kami sebagai kuasa hukum,” jelasnya.
Andi juga menegaskan bahwa hubungan antara kliennya dan pelapor murni bersifat kemitraan bisnis, dan peminjaman uang oleh NS tidak ada hubungan dengan GE dan SVK Menurutnya, menjadikan kliennya sebagai tersangka sangat dipaksakan.
"Bisnis antara klien kami dan pelapor benar-benar berjalan. Justru, kerugian yang muncul disebabkan oleh tidak dilaksanakannya kewajiban pembayaran oleh pelapor, sebagaimana tertulis dalam perjanjian kerja sama. Oleh karena itu, kami mendesak agar kebenaran dalam kasus ini terungkap melalui gelar perkara yang transparan," simpulnya.(RA)

