Membuka Kotak Pandora Dana PI Diberikan PT PHR ke PT SPRH Perseroda
Ilustrasi kotak Pandora.(Poto/net/Thinkstock)
Pekanbaru, Satuju.com - Pengelolaan dana Participating Interest (PI) yang diberikan oleh PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) kepada PT. Sarana Pembangunan Rokan Hilir Perseroan daerah PT. SPRH (Perseroda) senilai Rp551 miliar dalam kurun waktu 2023 dan 2024 menjadi perhatian publik. Pasalnya pengelolaan dana PI yang seharusnya digunakan untuk kesejahteraan masyarakat dalam bentuk program pembangunan Pemerintah Kabupaten Rokan Hilir diduga diselewengkan oleh oknum tertentu.
Tidak tangung-tanggung, dugaan penyelewengan dana PI itu mencapai Rp46,2 Milyar melalui 3 tahap pengiriman. Tahap pertama pada 6 Januari 2025 sebesar Rp10 miliar, tahap kedua tanggal 21 Februari 2025 sebesar Rp20 miliar, dan tahap ketiga pada 14 Juli 2025 sebesar Rp16,2 miliar. Ketiga tahapan aliran dana tersebut diterima oleh seseorang berinisial Z yang digunakan untuk pembelian kebun sawit.
Untuk menelusuri adanya dugaan penyelewengan dana PI PT. SPRH Perseroda, Kejaksaan Tinggi Riau melalui Plt. Asisten Tindak Pidana Khusus telah memanggil direksi PT. SPRH Perseroda. Beberapa nama yang dipanggil diantaranya Z selaku Penasehat Hukum PT SPRH, MF selaku direktur PT. SPRH, dan S Selaku Bendahara PT SPRH. Selain itu Kejati Riau juga memanggil mantan Direktur Utama PT. SPRH Perseroda berinisial R. Namun dari keempat nama yang dijadwalkan dimintai keterangannya pada tanggal 8 Juli 2025, hanya S saja yang memenuhi panggilan, sedangkan yang lainnya mangkir. Untuk R sendiri penggilan tersebut merupakan panggilan kedua.
Mangkirnya beberapa direksi PT. SPRH Perseroda memenuhi panggilan penyidik menimbulkan reaksi publik, sebagaimana yang diutarakan oleh Ketua umum Lembaga Independen Pembawa Suara Transparansi (INPEST) Ir Ganda Mora, S.H.,MSi, kepada satuju.com, Senin (14/7/2025).
“Kalau sekali lagi yang bersangkutan tidak datang, sudah layak di terbitkan DPO” ujarnya menyikapi R yang tidak hadir memenuhi panggilan kedua.
Ganda Mora meminta kepada aparat penegak hukum untuk menyidik dugaan penyelewengan dana PI PT. SPRH Perseroda secara komprehensif, bukan hanya berkutat pada pengacara dan Direksinya saja tetapi juga menyasar pemegang saham yaitu mantan Bupati Afrizal Sintong untuk dimintai keterangan. Hal ini dikatakan Ganda Mora karena menurut dia, Afrizal Sintong selaku pemegang saham memahami alur pertanggungjawaban penggunaan dana PI tersebut.
Pernyataan dari Ketum INPEST yang menyeret nama mantan Bupati Rokan Hilir periode 2021-2025 terkait kasus yang sedang disidik oleh Kejati Riau tentunya menarik untuk disimak, mengingat periode aliran dana PI kepada seseorang berinisial Z sebesar Rp46,2 Milyar tersebut pada saat Afrizal Sintong masih menjabat sebagai Bupati Rokan Hilir. Berakhirnya masa jabatan afrizal sintong tanggal 20 Februari 2025.
Melalui aspirasi ketum IMPEST tersebut, tentunya publik mengharapkan kepada penyidik Kejati Riau untuk membuka kotak pandora dugaan penyelewengan dana PI yang masih tertutup rapat. Diharapkan dengan memangil mantan Bupati Rokan Hilir memberi harapan membuat kasus ini menjadi terang benderang, apakah memang benar terjadi perbuatan melawan hukum atau tidak. Jika ternyata terdapat perbuatan melawan hukum, Kejaksaan Tinggi Riau dapat segera menetapkan tersangkanya.
Merujuk pasal 2 ayat (1) Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 54 tahun 2017 Tentang Badan Usaha Milik Daerah “Kepala Daerah merupakan pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan daerah dan mewakili Pemerintah Daerah dalam kepemilikan kekayaan daerah yang dipisahkan”.
Pelaksanaan kekuasaan yang dimaksud dalam dalam ayat 1 dalam kebijakan BUMD meliputi Penyertaan modal; subsidi; Penugasan; Penggunaan hasil kekayaan daerah yang dipisahkan; dan pembinaan dan pengawasan terhadap penyertaan modal BUMD.
Dari pasal tersebut dapat dilihat bahwa Kepala Daerah memiliki kewenangan dalam menentukan pengelolaan keuangan daerah yang dipisahkan.
Lantas apa saja kewenangan Kepala Daerah dalam pengelolaan kekayaan yang dipisahkan?
Kewenangan Kepala Daerah dalam mengelola kekayaan daerah diatur dalam pasal 3, bahwa Kepala Daerah mewakili pemerintah daerah dalam kepemilikan kekayaan yang dipisahkan, berkedudukan sebagai pemilik modal pada perusahaan umum daerah dan berkedudukan sebagai pemegang saham pada perusahaan perseroan daerah.
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 54 tahun 2017 Tentang Badan Usaha Milik Daerah juga mengatur kewenangan Kepala Daerah dalam mengangkat dan memberhentikan Dewan Pengawas, Komisaris dan Direksi.
Dengan begitu, sangat beralasan yuridis ketum INPEST meminta Kejaksaan Tinggi Riau memanggil mantan Bupati Rokan Hilir untuk dimintai keterangan terkait pengelolaan dana PI PT SPRH Perseroda. Hal ini diperkuat dalam ketentuan pasal 33 (PP) Nomor 54 tahun 2017 Tentang Badan Usaha Milik Daerah bahwa Kepala Daerah mewakili daerah selaku pemegang saham perusahaan daerah di dalam RUPS.
Selain itu, rencana bisnis yang dibuat oleh direksi BUMD setelah ditandatangani Direksi bersama Dewan Pengawas atau Komisaris disampaikan kepada KPM (Kuasa Pemilik Modal) yaitu Kepala Daerah atau RUPS untuk mendapatkan pengesahan.
KPM dalam BUMD adalah representasi dari Pemerintah Daerah yang bertanggung jawab atas pengelolaan modal dan pengambilan keputusan strategis BUMD.
Begitu juga dengan Rencana kerja dan anggaran BUMD. Rencana Kerja dan anggaran yang merupakan penjabaran tahunan dari rencana bisnis disampaikan kepada Dewan Pengawas atau Komisaris paling lambat pada akhir Bulan November untuk ditandatangani bersama. Rencana kerja dan anggaran yang telah ditandatangani Direksi bersama Dewan Pengawas atau Komisaris disampaikan kepada KPM atau RUPS untuk mendapatkan pengesahan.
Melihat kedudukan dan kewenangan yang dimiliki Kepala Daerah sebagaimana diatur dalam PP tersebut, janggal rasanya jika seorang Kepala Daerah tidak memahami alur pertanggungjawaban penggunaan dana PI.
Tinggal saja apakah Kejati Riau mau memanggil Mantan Bupati Rohil Afrizal Sintong untuk dimintai keterangannya.
Untuk diketahui, Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau resmi meningkatkan status penyelidikan dugaan tindak pidana korupsi pengelolaan dana Participating Interest (PI) 10% senilai lebih dari Rp551.473.883.996 ke tahap penyidikan.
Dana tersebut diterima oleh Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) PT Sarana Pembangunan Rokan Hilir (SPRH) dari PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) untuk periode tahun 2023 hingga 2024.
Kepala Kejati Riau, Akmal Abbas, melalui Kepala Seksi Penerangan Hukum dan Humas, Zikrullah, membenarkan pengusutan perkara telah memasuki tahap penyidikan.
"Benar, saat ini sudah masuk tahap penyidikan," ujar Zikrullah di Pekanbaru, Senin (23/6/2025).

