Damai Hari Lubis: Aktivis Kritis Dijadikan Terlapor, Hukum Kian Tumpul di Hadapan Kekuasaan

Damai Hari Lubis.(Poto/ist).

Jakarta, Satuju.com – Pengamat Hukum Pidana, Damai Hari Lubis, menyampaikan kritik tajam terhadap situasi penegakan hukum di Indonesia, khususnya dalam kasus yang berkaitan dengan dugaan ijazah palsu Presiden Joko Widodo. Dalam pernyataan pendapatnya, Damai menyebut bahwa saat ini Indonesia berada di ambang “kerusakan total” akibat tumpulnya keberanian institusi hukum dalam menghadapi kekuasaan.

Menurut Damai, fenomena para aktivis yang kritis terhadap isu dugaan pemalsuan ijazah Presiden justru dijadikan sebagai laporan secara massal menunjukkan bentuk baru pembungkaman kebebasan berpendapat. Ia menilai sistem hukum tengah dikooptasi oleh kekuatan politik dengan menggunakan "sistem paket" untuk menusuk para pengkritik.

"Jokowi menjadikan para aktivis terlapor tidak sekadar raganya, tapi juga jiwa. Mereka yang penting justru diborong jadi terlapor secara kolektif," ungkap Damai dalam pernyataannya, Selasa (16/07/2025).

Ia juga menyoroti sikap Polri yang bersifat pasif dalam menjalankan kewenangannya. Menurutnya, Polri seharusnya secara hukum memiliki kuasa untuk meminta ijazah asli S1 Presiden demi memperjelas perkara yang sedang berlangsung. Namun yang terjadi, kata Damai, justru menunjukkan ketakutan dan ketundukan aparat terhadap kekuasaan.

"Polri melihat ciut nyali. Tak berani menjalankan kewenangan hukumnya untuk meminta ijazah asli Jokowi. Maka bagaimana mungkin hukum bisa mencapai kebenaran dan keadilan jika aparat pembelanya sendiri ragu dan takut?" tegas Damai.

Lebih lanjut, ia menyebutkan bahwa Presiden tidak memiliki kewenangan untuk menolak permintaan aparat penegak hukum, apalagi dalam perkara publik yang menjamin integritas data pribadi yang diduga palsu.

“Ini bukan soal pribadi semata, ini soal kepastian hukum yang menyangkut jabatan publik tertinggi di negeri ini,” tambahnya.

Damai diperingatkan bahwa pembungkaman terhadap aktivisme dengan labelisasi sebagai laporan bisa menjadi preseden buruk bagi demokrasi dan hak kebebasan yang dikemukakan di Indonesia. Ia menyebutkan bahwa “yang tidak dilaporkan pun dijadikan laporan,” dan mekanisme hukum digantikan oleh kepentingan kekuasaan.

Dalam penutupnya, Damai menilai bahwa masyarakat umum masih terlalu diam menghadapi situasi ini, dan seolah-olah pasrah pada praktik kekuasaan yang melanggar prinsip-prinsip hukum.

“Rakyat hanya diam, dan seolah memberi jalan bagi polisi untuk memenjarakan saudara-saudaranya sendiri yang ingin menguak kebenaran,” ucapnya.

Meski demikian, Damai tetap menyampaikan harapan bahwa keadilan sejati akan datang pada waktunya, seraya menyebut bahwa Tuhan tidak akan menguji di luar batas kemampuan manusia.

“Tirani mungkin masih berlangsung, tetapi kebenaran akan terungkap. Sekalipun dalam wujud kedamaian paling akhir — kembali ke tanah,” tutupnya.