PKN Desak Gubernur dan Ketua DPRD Papua Barat Hormati Putusan KIP yang Sudah Berkekuatan Hukum Tetap
Ketua Umum PKN, Patar Sihotang, SH., MH.(Poto/ist).
Bekasi, Satuju.com — Pemantau Keuangan Negara (PKN) secara resmi mendesak Gubernur dan Ketua DPRD Papua Barat untuk segera menghormati dan melaksanakan putusan Komisi Informasi Papua Barat Nomor 01/III/KI-PB/PS-M/2025 tertanggal 24 Maret 2025 yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht).
Hal ini disampaikan langsung oleh Ketua Umum PKN, Patar Sihotang, SH., MH., dalam konferensi pers di Kantor Pusat PKN, Jalan Caman Raya No. 7, Jatibening, Bekasi, pada dini hari Senin, 21 Juli 2025.
Menurut Patar, hingga saat ini gagal menerima belum menerima dokumen informasi publik sebagaimana yang telah diperintahkan dalam amar keputusan Komisi Informasi Papua Barat, meskipun keputusan tersebut sudah dinyatakan inkracht sejak Maret lalu. Oleh karena itu, PKN telah mengirimkan surat konfirmasi kepada Gubernur dan Ketua DPRD Papua Barat untuk meminta kejelasan jadwal pengambilan dokumen yang telah diminta.
“Gubernur sebagai penanggung jawab pemerintah daerah, dan Ketua DPRD sebagai penanggung jawab badan publik seharusnya sudah menyampaikan informasi terkait jadwal pengambilan dokumen kepada kami sebagai pemohon informasi. Namun hingga kini belum ada itikad baik,” ujar Patar.
PKN sebelumnya telah mengajukan permohonan informasi kepada Pemprov dan DPRD Papua Barat melalui surat bernomor:
- 01/PI/PPID Utama/Papua Barat/PKN/II/2024
- 02/PI/PPID Utama/Papua Barat/PKN/II/2024
- 01/PI/DPRD/Papua Barat/PKN/II/2024
tertanggal 4 Februari 2024.
Adapun informasi yang diminta adalah:
Salinan dokumen kontrak beserta lampirannya terkait pengadaan barang dan jasa, baik dengan penyedia jasa maupun swakelola pada tahun anggaran 2021.
Laporan pertanggungjawaban penggunaan dana COVID-19 untuk tahun 2019, 2020, dan 2021.
Permohonan informasi ini bertujuan sebagai data awal dalam menjalankan fungsi kontrol sosial PKN serta juga mencegah dan memberantas korupsi, sesuai amanat Pasal 41 UU No. 31 Tahun 1999 dan PP No. 43 Tahun 2018.
Putusan Komisi Informasi Papua Barat memuat empat poin utama, yakni:
Mengabulkan permohonan PKN secara keseluruhan.
Menytakan bahwa informasi yang dimohonkan adalah informasi terbuka.
Memerintahkan mohon (Pemprov dan DPRD Papua Barat) memberikan informasi tersebut dengan mempertimbangkan Pasal 17 UU No. 14 Tahun 2008.
Memerintahkan penyampaian informasi dalam bentuk salinan atau fotokopi setelah putusan berkekuatan hukum tetap, dengan biaya penyalinan ditanggung oleh pemohon.
Patar mengingatkan bahwa jika dokumen tidak diberikan secara suka rela, PKN akan menempuh langkah hukum lanjutan berupa permohonan eksekusi paksa ke pengadilan serta pelaporan dugaan tindak pidana keterbukaan informasi ke Direktorat Kriminal Khusus Polda Papua Barat. Ia mengutip Pasal 52 UU No. 14 Tahun 2008 yang menyebutkan bahwa badan publik yang tidak memberikan informasi secara sengaja dapat dikenai pidana penjara maksimal 1 tahun dan/atau denda maksimal Rp5 juta.
“Proses ini adalah bagian dari edukasi dan pembelajaran kepada seluruh masyarakat serta penyelenggara negara, agar membangun budaya keterbukaan informasi yang merupakan fondasi menuju pemerintahan yang bersih,” pungkas Patar.
PKN menegaskan, jika budaya transparansi diwujudkan secara menyeluruh di Papua Barat, maka ruang gerak dan niat untuk melakukan korupsi akan terhalangi, dan Indonesia akan semakin dekat dengan visinya menjadi negara kelima terbesar di dunia pada tahun 2045.

