Pengamat Hukum Soroti Langkah Bareskrim dan Reskrimum dalam Penanganan Kasus Dugaan Ijazah Jokowi

Damai Hari Lubis, pengamat Kebijakan Umum Hukum dan Politik (KUHP)

Jakarta, Satuju.com — Damai Hari Lubis, pengamat Kebijakan Umum Hukum dan Politik (KUHP), menyampaikan kritik tajam terhadap proses hukum yang dijalankan oleh dua institusi berbeda dalam penanganan kasus dugaan ijazah palsu Presiden Joko Widodo.

Dalam pernyataannya, Damai mempertanyakan keputusan Bareskrim Mabes Polri yang telah lebih dulu mengumumkan penghentian penyelidikan atas laporan yang dilayangkan oleh Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA), sebelum melakukan penyitaan terhadap barang bukti.

"Kenapa Bareskrim tidak lebih dulu menyita atas laporan TPUA, namun justru sudah mengumumkan penghentian penyelidikan?" ujar Damai.

Ia juga menyoroti langkah Reserse Kriminal Umum (Reskrimum) yang melakukan penyitaan melalui Polresta Surakarta, dan justru telah meningkatkan status laporan dari penyelidikan ke penyidikan lebih cepat dari Bareskrim.

"Kenapa Reskrimum lebih dulu menyita melalui Polresta Surakarta daripada Bareskrim, namun juga lebih dulu meningkatkan status dari penyelidikan menjadi penyidikan?" tambahnya.

Menurut Damai, pola tindakan kedua lembaga tersebut menimbulkan kesan kontradiktif dan melanggar sistem KUHAP, yang seharusnya menjadi acuan utama dalam proses penegakan hukum di Indonesia.

"Hal ini tentu menimbulkan keresahan, khususnya bagi 12 orang subjek hukum terlapor dalam perkara ini. Mereka dapat merasa telah menjadi korban ketidaksesuaian prosedur hukum yang berlaku," tegasnya.

Lebih jauh, Damai menekankan pentingnya pengujian keaslian ijazah secara obyektif dan ilmiah. Ia mempertanyakan apakah ijazah asli milik Presiden Jokowi, baik SMA maupun S-1 dari Universitas Gadjah Mada (UGM), telah benar-benar diuji dan dibandingkan dengan ijazah resmi lain yang sah dari lulusan UGM periode dan jurusan yang sama.

"Pertanyaan yang paling urgen adalah: Sudahkah ijazah asli tersebut diuji keasliannya, termasuk dengan pembanding ijazah S-1 produk UGM yang sah, berikut bukti proses akademik seperti KKN dan skripsi yang merupakan syarat mutlak untuk memperoleh gelar sarjana dari UGM?" ujarnya menutup pernyataan.

Sebagai informasi, menurut laporan Kompas.com tanggal 23 Juli 2025, penyidik dari Polda Metro Jaya telah menyita ijazah SMA dan S-1 Presiden Jokowi sebagai bagian dari proses hukum atas laporan dugaan ijazah palsu yang dilayangkan oleh sejumlah pihak.