Kriminalisasi Partisipasi Publik: Saat Suara Rakyat Dibungkam demi Kekuasaan

Ilustrasi.(Poto/net).

Penulis: Dumai Hari Lubis, Pengamat KUHP (Kebijakan Umum Hukum & Politik)

Satuju.com - Penyidik dari Kepolisian RI (Polri) dibantu karena beberapa pasal salah satu UU. Polri, masyarakat diminta untuk membantu tugas dan fungsi Polri begitu pula KUHAP perintah ini disebut “Peran Serta Masyarakat.”

Maka andai mengungkap kejahatan ini pada akhirnya, apa tanggung jawab hukum Penyidik terhadap pelanggaran HAM yang dilakukan Polri akibat andai 12 aktivis dipenjarakan? Sayangnya tidak ada kejelasan hukum yang mengaturnya terhadap faktor sengaja atau lalai sehingga orang dipenjarakan.

Sebenarnya tanpa dibantu pun terhadap ketersediaan publik terkait temuan dugaan Ijazah Palsu S 1 dari Fakultas Kehutanan UGM yang digunakan Jokowi, Penyidik diyakini bahkan sudah mampu mengetahui keadaan yang sebenarnya dari ucapan ucapan Jokowi perihal pernyataannya Ijazah S 1 nya Asli. 

Diantara ucapannya adalah tentang Ir. Kasmudjo selaku Dosen Pembimbing Skripsinya, lalu kemudian dibantah olehnya sendiri kemudian juga dibantah oleh Kasmudjo.

Dan Dekan Fakultas Kehutanan yang tertulis Prof. Achmad Soemitro, padahal tahun tersebut pada skripsi Achmad Sumitro belum profesor dan namanya tertulis bukan Soe (Soemitro) namun Su (Sumitro).

Dari sisi tinjuaan yuridia formil, apapun tuduhan publik dengan dasar dugaan yang berdasarkan data empiris yang sifatnya ilmiah yang berasal dari diagnosis Iptek (digital forensik) andai tidk bebar menurut Jokowi cukup di klarifikasi dengan mudah, hanya tinggal tunjukan Ijazah Asli dengan berikut hasil uji labfor digital, selesai.

Andai pun setelah diberikan bukti klarifikasi secara ilmiah, maka apabila para aktivis masih menuduhnya, maka barulah memenuhi unsur hasut atau fitnah. 

Hak dan hal klarifikasi ini merupakan dalil hukum penting mengingat Jokowi adalah Pejabat Publik yang menyampaikan pendapat publik menggunakan Ijazah palsu, begitu juga pada saat ini. Maka Penyudik harus memperhatikan pasal pasal yang terkait Hubungan Hukum antara Pejabat Publik dengan publik.

Perlu diketahui dan dicamkan oleh seluruh lapisan masyarakat, bahwa seluruh sistem hukum dimulai dari UUD. 45 terdapat hak mutlak bagi masyarakat dalam membantu negara mengungkap temuan sebuah pelanggaran yang dilakukan oleh siapapun WNI termasuk khususnya kepada pejabat publik atau pejabat negara, yakni kalusulanya dengaj kategori “Peran Serta Masyarakat.”

Maka aneh bahkan sebuah kejahatan atau pelanggaran hukum ketika keterlibatan Masyarakat (publik) dalam Peran Serta Masyarakat yang jelas jelas diminta oleh sistem hukum yang berlaku positif (ius konstitutum) itu tanpa kerahasiaan atau hasut/fitnah, namun berakibat dipenjara, bukan diberikan pahala?

Perilaku ini merupakan implementasi fakta sosial keberadaan gejala gejala kerusakan moralitas yang tengah bangsa dan negara ini hadapi, identik dengan degradasi moral akibat revolusi mental yng tidak tepat atau karena kepemimpinan buruk yang salah berat selama masa kepemimpinan satu dekade sebelumnya (2014-2024), sehingga tanpa terasa mengkristal lalu Terstruktur menunggangi kekuatan kekuasaan, dengan sendirinya menjadi perilaku rujukan bagai sistematis, kemudian akhirnya masiv. 

Kesemua deskripsi perilaku dan analogi terhadap kenyataan banyak kebijakan bukan atas faktor rule of law, hukum tidak pada posisi teratas namun diatur oleh kekuatan politik kekuasaan yang sudah menguasai, lalu otomatis merobek dan menginjak-injak sistimatika hukum, karena terus berlanjut seolah-olah perilaku keliru dan salah menjadi lumrah dan terbiasa, kemudian penerapan politik dan kekuasaan yang seolah-olah fenomena yang lumrah lama kelamaan mengkristalisasi dan membudaya.