Kasus Ijazah Jokowi: Youtuber AN dan Fenomena “Saksi Umpan”
Ilustrasi. (Poto/net).
Penulis: Damai Hari Lubis, Pengamat KUHP (Kebijakan Umum Hukum dan Politik)
Satuju.com - Salah seorang youtuber Arief Nugroho (AN) yang menjadi Saksi terkait 12 Orang Terlapor di Polda Metro Jaya, atas laporan Jokowi terkait "dugaan Ijazah Palsu" kabarnya sudah menjalani proses pemeriksan (klarifikasi) di Polda DI. Jogjakarta sehingga akhirnya menimbulkan kebingungan kepada masyarakat pemerhati penegakan hukum di tanah air.
Kenapa terpisah? Tidak diperiksa di Reskrimum Polda Metro Jaya seperti BAP penyidikan hingga 12 orang yang dijadikan pihak Terlapor.
Terkait 'informasi publik' adanya pemanggilan kesaksian, kepada AN yang beralaskan diri AN yang berprofesi youtuber (peliput acara) sama dengan youtuber lainya yang dijadikan terlapor. Dalam konteks profesi kecuali ditemukan unsur -unsur mensrea video yutub dijadikan alat propokasi hasut atau fitnah, maka diluar konsep itu (sengaja propokatif), para youtuber tidak dapat diangkut terhadap materi acara dikusi atau debat publik (seminar).
Terlebih lagi jika disandingkan dengan kasus lain yang pernah terjadi, namun identik, ada youtuber yang justru merupakan salah satu Penggagas dan Penyelenggara Acara, bahkan merangkap ikut menjadi 'narsum' akan tetapi tidak dijadikan sebagai Terlapor, bahkan oknum jika tidak dijadikan Saksi.
Sehingga dari sisi kompetensi hukum, terkait perbedaan lokasi pembuatan BAP terhadap AN yang agak janggal, ideal *_jika benar AN. diperiksa di Polda DI. Jogjakarta_* membutuhkan klarifikasi dari pihak yang berwenang, agar publik tidak menilai dengan keyakinan yang subjektif lalu melahirkan fitnah. Namun andai ternyata diperiksa dan di buat BAP. nya di Polda Metro Jaya, maka hal ini sudah tepat dan tidak patut dipermasalahkan oleh publik".
Dari sisi politik kekuasaan, AN bisa menjadi korban karena dijadikan sebagai "saksi umpan oleh pihak oknum yang tidak bertanggung jawab," yang kesaksiannya bakal dijadikan sebagai sebuah alat bukti kesaksian, bahwasanya "Telah terjadi Kegaduhan dan menunjuk 'Siapa' subjek hukum yang menjadi sumber kegaduhan saat ada aksi 'mini' massa di Komplek UGM 15 April 2025?.
Pola konteks 'Cepu' adalah tujuan, janji sesuai kontekstual (kebutuhan), yakni untuk mengungkap kasus kejahatan yag sulit pembuktiannya atau menemukan si teduga kuat pelaku kriminal dan semata demi proses untuk mendapatkan dan menemukan kebenararan materil atau sebaliknya Cepu (mata mata) bukan untuk dijadikan alat rekayasa menjerat korban kriminilisasi
Perkara substantif yang sedang terjadi pada tingkat Penyidikan di Reskrimum Polda Metro Jaya (a quo in casu) berdasarkan sejarah sosiologi politik dan hukum, terlepas dari pertanggungjawaban hukum dari sosok Jokowi (data empiris) karena sumber kegaduhan itu banyak datang dari Jokowi yang terbukti kurang merespon positif dan tidak tranparan terhadap akar permasalahan, Jokowi cenderung sebagai asas pemerintahan yang baik (Good Government) saat menjadi presiden, bahkan saat ini Jokowi menjadi pejabat publik di PT. DANANTARA. Dan nyata tuduhan miring dari banyak publik kepada Jokowi, justru sudah lama menjadi pusat perhatian umum di tanah air dan juga sudah mengglobal.
Bahkan tuduhan publik, "Jokowi Ijazah S-1 Palsu", sudah 'memakan' dua orang korban yang masuk penjara, yaitu BTM & Gus Nur.
Dan faktor yang sangat mengancam terhadap kasus yang menyita perhatian publik nasional dan internasional ini, dan juga dijadikan tunggangan politik ekonomi oleh oknum fungsional "kaki tangan" atau Cepu (non struktural) yang aktif mempropokasi dengan tujuan mendapatkan keuntungan materi atau mengharap diakhiri dengan kursi kekuasaan? Walau bersimpati kepada para aktivis atau tidak memperdulikan nasib sial yang dialami oleh orang lain. Untuk itu hendaknya para aktivis harus berhati hati dan dapat menandai terhadap siapa pun model perilaku cepu.

