Keberanian 12 Terlapor Kasus Ijazah Jokowi vs Diamnya Para Politisi

Ilustrasi. (Poto/net).

Penulis: Damai Hari Lubis, Pengamat KUHP (Kebijakan Umum Hukum dsn Politik)

Satuju.com - Keduabelas orang yang dijadikan laporan dampak laporan Jokowi sosok bekas Presiden RI ke 7 ternyata lebih berani dari sekelompok orang yang 'semestinya mewakili mereka', yaitu para wakil rakyat yang ada di Komplek Senayan.

Terbukti bermula dari beberapa temuan orang dari kelompok TPUA terindikasi, bahwa Jokowi menggunakan Ijasah S-1 Palsu dari Fakuktas Kehutanan UGM yang temuannya berasal dari Putusan Pidana PN. Surakarta Jo. Pengadilan Tinggi Jo. MA terkait Persidangan dengan pemukul Bambang Tri Mulyono (BTM) dan Gus Nur.

Kemudian berdasarkan dugaan dugaan 'Ijazah Palsu' tersebut, pada Tahun 2023 ada 5 orang WNI 2 (dua) diantara prinsipalnya adalah Anggota TPUA melakukan gugatan ke Pengadilan Negeri/ PN. Jakarta Pusat terhadap Jokowi dan Para Petinggi dari beberapa lembaga negara, karena eksistensi lembaga negara dari sisi pandang hukum harus ikut bertanggung jawab.  

Para Advokat kuasa hukum penggugat Jokowi (Presiden RI) atas nama Para Advokat TPUA tersebut diantaranya adalah Eggi Sudjana dan Penulis (DHL) selaku Koordinator Advokat TPUA dan Arvid Saktyo dan beberapa advokat lainnya yang dipilih oleh Koordinator Advokat, atau hasil proses seleksi pengamatan yang ditengarai sosok sosok yang punya bakat, keberanian juga kemampuan.

Jenis gugatan adalah PMH Jo. Pasal 1365 KUHPER (Onrechtmatige Overheisdaad), karena objek perkaranya perihal "Jokowi sebagai Penguasa dengan jabatan Presiden RI telah Melakukan Perbuatan Melawan Hukum dengan menggunakan Ijasah Palsu. Akhirnya putusan PN. Jakarta Pusat berupa NO. 

Maka disepakati, beberapa Pengurus TPUA langsung diantaranya Eggi Sudjana, DHL, Muslim Arbi dan Rizal Fadillah, dan Rustam dan beberapa orang lainnya, pada 9 Desember 2024 telah mengajukan Laporan melalui DUMAS Mabes Polri terhadap dugaan Jokowi Ijazah S-1 Palsu dari UGM.

Alhasil Jokowi pada 30 April 2025 "balas" laporkan 5 orang aktivis ke reskrimum Polda Metro Jaya, yakni 2 orang pengurus TPUA dan 1 orang pakar telematika dan 1 ahli digital forensik serta 1 orang dokter. 

Namun realitas perkembangannya saat ini, terlapor delik aduan absolut (klacht delict) berjumlah 12 orang, bertambah beberapa orang dari pegiat youtuber

Adapun laporan TPUA ke Dumas Mabes Polri terhadap Jokowi, tidak apriori selain semata berdasarkan fakta yang disertai data empirik berupa Putusan PN. Surakarta yang sudah inkracht, sehingga membuktikan bahwa JPU nyata dihadapan Majelis Hakim PN. Surakarta saat sidang perkara BTM-Gus Nur TIDAK DAPAT MENUNJUKAN IJAZAH ASLI S-1 JOKOWI dan bukti penting lainnya, laporan TPUA adalah hasil scientifik dari 2 (dua) orang pakar telematika dan digital forensik yang hasil penelitiannya sebuah temuan substansial terhadap materi laporan Dumas oleh TPUA, bahwa "objek laporan TPUA berupa Ijazah fotokopi S1 Jokowi 100 % adalah berasal dari Ijazah Palsu". 

Lalu, bagaimana psikologis ke 12 orang terlapor saat ini, ternyata indikatornya 12 orang dimaksud tidak ada sama sekali menampakan rasa ketakukan, malah 'semakin garang', jika disimak dari perlawanan (bantahan) mereka melalui beberapa media video podcast dan stasiun televisi dan artikel. Walau dalam percakapan diantara mereka meyakini mereka bakal ditangkap ditahan lalu dipenjarakan, berdasarkan pengamatan dari gejala gejala pola penegakan hukum yang pernah banyak dilakukan oleh rezim kepemimpinan dimasa Jokowi. Terlebih saat ini pelapornya justru adalah langsung Jokowi sendiri dan pola penegakan hukum kontemporer sepertinya perlu dipertanyakan, "melekatkah residu kepemimpinan Jokowi", karena gejala gejala cerminanannya masih terasa sisa-sisa aroma bunga bangkai.

Oleh karenanya bisa jadi dari mayoritas 12 orang terlapor ini akan melawan saat penyidikan maupun saat dipersidangan, paling tidak melalui para kuasa hukum mereka. Karena para kuasa hukum 12 orang juga merupakan aktivis yang pahami tentang figur Jokowi termasuk karakteristik "tingkat kejujurannya" dan segala sepak terjang politik kekuasaanya saat berkuasa dan kekinian. 

Perlawanan dari ke 12 orang terlapor akan terjadi karena mereka yakin tidak memiliki kesalahan atau melakukan pelangggaran hukum karena apa yang TPUA lakukan merupakan dugaan dan dugaan tersebut disalurkan pada porsi yang tepat sesuai ketentuan hukum, yakni melalui Pelaporan Dumas Bareskrim Mabes Polri. 

Sehingga dari sisi pandang yuridis jatidiri ke 12 orang ini, tengah menjalankan perintah sistim hukum terkait 'kebebasan menyampaikan pendapat' atau pola hidup berdemokrasi dan termasuk dari perilaku 'Peran Serta Masyarakat' yang diminta oleh sebuah diantara pasal-pasal yang tercantum pada Sistim Hukum dan Perundang-Undangan RI (ius konstitutum) diantaranya ada dalam KUHAP, UU. Polri dan UU. Kejaksaan RI., UU. Advokat dan UU. Pers dan undang-undang positif (yang harus berlaku) lainnya.

Konklusif, ke 12 (dua belas) orang aktivis Terlapor Jokowi dalam kasus dugaan Jokowi Ijazah Palsu ini, nyata lebih berani mengeluarkan pendapat di muka umum, lebih kritis dan berani berekspresi dan konsisten, konsekuen (patuh) menjalankan perintah sistim hukum, serta teladan mereka dalam pola hidup berdemokrasi dibandingkan dengan para pemimpin partai, baik "Partai Banteng, Partai Beringin, Partai Buah Semangka yang isinya kadang merah, kuning atau biru, dan atau partai lainnya, Partai Cap Ikut Arah Angin Partai Parcok, Partai Palu, Partai KPK, apalagi partai Residu Merek Gajah?”

Penulis adalah, Advokat dan Jurnalis (eks Koordinator TPUA)