Damai Hari Lubis: Jurnalis Tidak Boleh Dikriminalisasi dalam Kasus Ijazah Palsu Jokowi

Damai Hari Lubis, Pengamat KUHP (Kebijakan Umum Hukum dan Politik)

Jakarta, Satuju.com — Pengamat Kebijakan Umum Hukum dan Politik (KUHP), Damai Hari Lubis, mengungkap penyelidikan terhadap 12 orang terlapor dalam kasus dugaan ijazah palsu Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang mulai berlangsung hari ini. Dari ke-12 terlapor tersebut, diketahui terdapat sejumlah jurnalis atau insan pers yang ikut terseret dalam perkara.

"Negara pada prinsipnya tidak boleh membungkam atau menyepelekan tugas dan fungsi jurnalisme. Justru sebaliknya, negara hadir untuk menjamin kemerdekaan berekspresi, termasuk kebebasan pers dalam menyampaikan informasi kepada publik," ujar Damai Hari Lubis dalam keterangannya, Selasa (20/8).

Ia menegaskan, jurnalis bekerja berdasarkan objektivitas dan fakta, bukan sekadar intuisi atau kepentingan tertentu. Oleh karena itu, kata dia, posisi jurnalis tidak sepatutnya dikriminalisasi.

“Jurnalis tidak boleh dipaksa untuk tendensius atau berpihak, tetapi juga tidak boleh diam terhadap ketidakadilan. Ketika ada pelanggaran atau ketidakadilan, jurnalis pasti akan terusik. Itu fungsi utama pers,” lanjutnya.

Lebih jauh lagi, Damai menyebut keterlibatan aktivis dan akademisi dalam perkara ini juga harus dilihat dalam kerangka hak masyarakat untuk menyampaikan pendapat. Menurutnya, ranah pengadilanlah yang berwenang menentukan apakah tuduhan itu tergolong fitnah, hasutan, atau justru menyebarkan kebenaran.

“Oleh sebab hukum, 12 orang terlapor yang terdiri dari aktivis hukum, akademisi, dan jurnalis seharusnya tidak ditahan selama proses penyidikan. Menahan mereka justru mencerminkan pemaksaan hukum yang bernuansa kriminalisasi karena faktor kekuasaan,” tegasnya.

Ia menambahkan, praktik sebaliknya berlawanan dengan asas praduga tak bersalah atau praduga tak bersalah sebagaimana diatur dalam KUHAP, UU Kekuasaan Kehakiman, UU Polri, hingga UU Pers.