BPK Temukan Kwitansi Bermaterai Stempel "Palsu" di Pemkab Meranti, INPEST Siapkan Laporan ke Kejagung dan KPK

Ketua Umum (Ketum) INPEST, Ir. Ganda Mora, S.H., M.Si dan background ilustrasi temuan BPK.(Poto/ist).

Pekanbaru, Satuju.com - Lembaga Independen Pembawa Suara Transparansi (INPEST) memaparkan temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan Riau terkait pertanggungjawaban belanja barang dan jasa pada Pemerintah Kabupaten Meranti yang dinilai tidak sesuai dengan ketentuan.

Dalam laporan hasil pemeriksaan BPK atas pengelolaan keuangan daerah tahun anggaran 2024, ditemukan adanya kelebihan pembayaran mencapai Rp6,18 miliar lebih pada empat Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), termasuk di dalamnya Sekretariat Pemkab Meranti. Kelebihan pembayaran tersebut terjadi pada belanja tagihan listrik, belanja alat/bahan untuk kegiatan kantor, belanja pemeliharaan suku cadang, hingga belanja makan dan minum rapat.

Ketua Umum (Ketum) INPEST, Ir. Ganda Mora, SH, M.Si, menegaskan bahwa temuan BPK ini mencerminkan lemahnya sistem pengawasan internal dan minimnya kepatuhan terhadap aturan pengelolaan keuangan daerah.

“Fakta bahwa Pemerintah Kabupaten Meranti justru tidak tertib dalam pertanggungjawaban belanja sangat memprihatinkan. Bagaimana mereka bisa menjalankan roda pemerintahan dengan baik, jika pengelolaan anggaran internal mereka sendiri bermasalah?,” tegas Ganda Mora kepada redaksi satuju.com, Senin (25/8/2025).

BPK dalam laporannya menyebutkan, beberapa pertanggungjawaban belanja hanya berupa kuitansi yang tidak sah, terdapat penggunaan biaya pihak ketiga, hingga dokumen pertanggungjawaban yang tidak mencerminkan nilai riil belanja. Kondisi ini dinilai berpotensi merugikan keuangan daerah dalam jumlah besar.

Ganda Mora menambahkan, INPEST mendesak agar aparat penegak hukum (APH) mengungkap temuan BPK ini secara serius.

"Transparansi dan akuntabilitas adalah harga mati. Jika Pemkab Meranti tidak memberi contoh yang baik, maka kepercayaan publik terhadap pemerintah akan semakin tergerus. Kami meminta agar kelebihan pembayaran segera dikembalikan ke kas daerah, dan pihak-pihak yang lalai atau terindikasi menyalahgunakan izin diproses sesuai hukum yang berlaku. Dan Minggu depan kami laporkan ke Kejagung RI dan KPK RI ," ujarnya.

Temuan rinci BPK menunjukkan, kelebihan pembayaran itu antara lain berasal dari:

- Belanja Tagihan Listrik sebesar Rp1.265.944.000,

- Belanja Alat/Bahan untuk Kegiatan Kantor sebesar Rp2.138.933.482,35,

- Belanja Pemeliharaan dan Suku Cadang mencapai Rp1.153.895.333,80 + Rp312.524.765,00 + Rp841.370.568,80,

- Belanja Bahan Bakar dan Pelumas sebesar Rp2.263.402.000,00,

- Belanja Makan dan Minum Rapat sebesar Rp547.738.980,00.

BPK juga menegaskan bahwa sebagian besar tanggung jawab belanja tersebut tidak didukung bukti yang sah. Bahkan ditemukan adanya Kwitansi yang tidak benar-benar dikeluarkan oleh penyedia, penggunaan fee dari pihak ketiga sebesar 3% kepada PPTK dan Direktur perusahaan, hingga Kwitansi bermaterai stempel "palsu".

Temuan BPK ini semakin menguatkan tuntutan masyarakat agar pengelolaan keuangan daerah dilakukan dengan lebih hati-hati, transparan, dan sesuai dengan regulasi.