Tuan Presiden, Dengarlah Jeritan Rakyat Sebelum Bara Menjadi Api

Presiden Prabowo dan dibelakang (kiri) bertanjak Syaukani Al Karim.(Poto/ist).

Penulis: Syaukani Al Karim

Kepada Presiden Prabowo Subianto:

Tuan Presiden,
Negara sedang berada di titik didih, dan di dada setiap rakyat tersimpan bara api. Bergegaslah, ambil tindakan. Selamatkan negeri ini dari cengkeraman para pengkhianat bangsa. Jika tidak segera diatasi, maka kemiskinan, kelaparan, dan kemarahan rakyat, akan segera menjadi mata air bagi revolusi dan kehancuran. 

Kita sudah menyaksikan pengkhianatan demi pengkhianatan di negeri ini. Kita sudah membayar perjalanan negeri ini dengan darah, airmata, dan tubuh para generasi yang terkapar oleh kezaliman. Ini harus berhenti! Kehancuran sedang menanti di setiap simpang tanah kita. Ingatlah! Sejarah telah mengajarkan, bahwa sudah begitu banyak kekuasaan yang abai terhadap jerit-pekik rakyat, jatuh secara kelingking. Kita tak ingin sejarah berulang. Kita tak ingin bangsa ini terjebak dalam pertikaian periodik yang memilukan hati. 

Tuan Presiden
Jangan salahkan rakyat yang bergerak melawan, karena bagi mereka, diam adalah kematian dan kematian. Gerakan rakyat merupakan perjuangan untuk marwah, keadilan dan kemanusiaan. Tidak perlu pula berteriak tentang dalang, atau menyebut adanya penunggang. Berhentilah menggunakan narasi itu, karena sudah jelas, memang ada dalang dan penunggang. Dalangnya adalah pembantumu yang memajak rakyat secara menggila, yang menuduh rakyat sebagai peminta sedekah, yang menghina kepemilikan rakyat atas tanah, yang membuat aturan nan menindas, yang menjalankan hukum dengan pilih kasih, yang melakukan pendekatan represif dan menghina kemanusiaan, yang berucap tanpa adab, yang berjalan dengan pongah, yang menari-nari di atas penderitaan, serta kerakusan mereka yang sudah menggetarkan langit, dan menggoncang aras.

Gerakan mereka memang sedang ditunggangi. Ditunggangi oleh hati nurani dan kecintaan kepada tanah tempat bersumpah, kepada negeri tempat berjanji. Mereka adalah kepingan-kepingan jantung bangsa yang selama ini terserak diam-diam. Itu adalah butiran butiran kristal negeri jiwa yang selama ini menyimpan pedih dan duka. Mereka berharap mendapatkan cinta, tapi yang datang hanya kecewa. Mereka berharap terima kasih tapi yang datang hanya perih. Mereka berharap sayang, tapi yang datang beribu malang.

Hati mereka luka. Dan, luka yang ditorehkan oleh para pengkhianat bangsa ini, membuat mereka tak berkuasa lagi menanggungnya. Kini, dan esok, mereka akan terus bersatu, berjuang agar bangsa ini tetap berdiri kokoh, agar bangsa ini tetap hidup dalam kemuliaan. Mereka bersatu, agar jantung bangsa ini kembali berdetak normal, agar negara tetap memiliki hati, yang setia mendenyutkan kemanusiaan.

Tuan Presiden, Anda mungkin berniat memajukan negeri ini, tapi Anda sedang berada di tengah-tengah para penjilat, para penjahat bangsa, yang sedang mencoba menjadikan diri mereka sebagai cermin kebenaran baru. Sungguh, mereka adalah cermin-cermin bangkai, yang akan membuat wajahmu menjadi buruk rupa. Pergilah! Menjauhlah dari akumulasi itu. Datanglah ke rumahmu yang sejati, kepada rakyat. Katakan kepada rakyat, bahwa kamu bersama airmata mereka, bersama pedih dan tangis mereka, bersama mimpi dan harapan mereka. Berkumpullah Bersama rakyat, seiya sekata, seaib semalu, lalu berjalanlah bersama mereka, berjuang menuju masa depan, dengan cara yang penuh kehormatan.

Tuan Presiden,
Kami tahu masalah ini tidak datang darimu. Tapi keraguanmu mengambil tindakan yang revolusioner, akan membuat kumpulan bara menciptakan api yang maha dahsyat, yang tak akan terpadamkan oleh sekadar kata maaf. akan membuat gelombang tsunami menjadi yang menggulung. Rakyat yang marah, akan menjadi batu-batu sijjil yang memporak-porandakan negara dan bangsa, akan menjadi longsoran jiwa, yang menenggelamkan apa saja yang ada di depannya. Jangan ragu, berdirilah dengan kukuh dan kawi, dan katakan bahwa demi rakyat Anda siap mati sambal berdiri dan tidak akan pernah berlutut di atas kezaliman.

Tuan Presiden
Rakyat sedang mengundangmu untuk datang sebagai seorang lelaki yang berhati jantan. Mengajakmu untuk meneguhkan diri sebagai seorang pemimpin: yang berjalan pada yang lurus, yang bercakap pada yang benar. Rakyat memintamu untuk menjaga dan memateri perjanjian dengan mereka. Lakukanlah itu agar terjaga makrifat antara daulat dan durhaka. 

Mereka meminta engkau menjadi wasilah bagi marwah, menjadi jalan bagi kesejahteraan, menjadi batang pohon tempat bersandar, menjadi rimbun tempat berteduh, menjadi akar tempat bersila, dan menjadi dahan tempat bergantung. Jadikanlah dirimu sebagai tempat penyelesaian masalah, tempat kata putuskan, dan tempat mufakat dijalankan.

Datanglah kepada rakyat dengan hati yang jantan. Hadapi para pengkhianat dengan pedang keberanian yang terhunus. Katakan kepada para pengkhianat bangsa: jika kalian menanam duri, kalianlah yang akan terluka dan berdarah. Jika kalian menanam bibit api, maka kalian akan memetik buah yang menyala. Kalian akan terbakar, hangus, menjadi puing, dan dicatat sebagai sampah dalam sejarah.

Tuan Presiden. Bangkitlah!