Dugaan Keterlibatan Oknum Aparat di Balik Tambang Ilegal Bangka Kian Menguat
Tambang Ilegal di Bangka
Bangka, Satuju.com – Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan kawasan yang vital bagi kehidupan manusia dan lingkungan. Fungsinya bukan sekadar menampung, menyimpan, dan mengalirkan air hujan, tetapi juga menjadi penyedia sumber air untuk kebutuhan domestik, pertanian, hingga industri. Senin (8/9/2025).
Tak kalah pentingnya, DAS juga menopang ekosistem, menjaga kualitas udara, mencegah banjir maupun kekeringan, serta menopang kehidupan sosial-ekonomi masyarakat di sekitarnya.
Demikian pula hutan bakau yang berada di sepanjang DAS. Akar-akar bakau yang menjulur ke perairan berperan sebagai benteng alami yang menahan abrasi, melindungi garis pantai dari erosi, hingga mengurangi dampak tsunami.
Selain itu, mangrove juga berfungsi menghambat intrusi air laut sehingga air tanah tetap layak untuk dikonsumsi.
Namun fungsi vital itu kini terancam di *kawasan DAS Desa Jada Bahrin, Kecamatan Merawang, Kabupaten Bangka*. Hasil penelusuran tim media di lapangan mengungkap aktivitas penambangan timah ilegal yang telah berlangsung sekitar tiga minggu terakhir.
Ironisnya, aktivitas tersebut tidak hanya merusak DAS, tetapi juga menghancurkan kawasan mangrove di sungai.
Sejumlah warga setempat menyebutkan, tambang ilegal itu berjalan leluasa tanpa tindakan tegas. Bahkan beredar informasi bahwa kegiatan penambangan tersebut diduga kuat dibekingi oleh seorang oknum TNI yang berinisial *Der*.
Tak berhenti di situ, hasil tambang ilegal juga disebut-sebut ditampung oleh seorang kolektor berinisial *Kam*.
Kerusakan Lingkungan dan Ancaman Hukum
Aktivitas penambangan timah ilegal di kawasan DAS jelas menimbulkan dampak serius. Lubang-lubang tambang yang menganga merusak struktur tanah, tercemarnya udara sungai, dan ekosistem mangrove luluh lantak.
Padahal, keberadaan mangrove di DAS Jada Bahrin merupakan penopang keseimbangan lingkungan sekaligus pelindung alami masyarakat pesisir.
Jika dibiarkan, kerusakan DAS dan mangrove akan memicu bencana ekologis, mulai dari banjir, intrusi air laut, hingga hilangnya mata pencaharian masyarakat nelayan dan petani sekitar.
Secara hukum, aktivitas ini jelas melanggar *Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba), khususnya Pasal 158 yang menyatakan bahwa *setiap orang yang melakukan penambangan tanpa izin dapat dipidana penjara paling lama 5 tahun dan denda maksimal Rp100 miliar.
Selain itu, kerusakan terhadap kawasan mangrove juga melanggar *Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup*, dimana Pasal 69 huruf a menyebutkan larangan melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup.
Pelaku dapat dijerat dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda hingga Rp10 miliar.
Tidak hanya itu, karena aktivitas berlangsung di sungai yang seimbang, hal ini bertentangan dengan *Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2011 tentang Sungai*, yang mengatur bahwa kawasan sungai yang seimbang wajib dijaga dan tidak boleh digunakan untuk kegiatan yang merusak fungsi sungai.
Oknum Aparat dan Tanggung Jawab Institusi
Keterlibatan oknum aparat dalam aktivitas ilegal menambah ironi. Sebagai abdi negara, prajurit TNI hendaknya menjadi garda terdepan menjaga kelestarian bangsa, termasuk dalam melindungi sumber daya alam.
Jika benar oknum berinisial Der terbukti menjadi beking tambang ilegal, maka hal ini bukan hanya pelanggaran hukum, tetapi juga pelanggaran *Sapta Marga* dan *Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia* yang menyatakan TNI tidak boleh terlibat dalam kegiatan bisnis ilegal.
Dalam konteks ini, institusi TNI harus turun tangan melakukan penindakan dan penyelidikan terhadap oknum yang diduga terlibat.
Pembiaran hanya akan merusak citra institusi di mata masyarakat dan menimbulkan preseden buruk bahwa aparat bisa berdiri di balik kegiatan merusak lingkungan.
Desakan Penegakan Hukum
Masyarakat berharap aparat penegak hukum, baik kepolisian maupun TNI, tidak menutup mata terhadap permasalahan ini. Tambang timah ilegal yang merusak DAS dan mangrove di Desa Jada Bahrin harus segera dihentikan.
Tidak cukup dengan penertiban, tetapi juga penindakan tegas terhadap para pelaku, termasuk beking dan penampung hasil tambang ilegal.
Penegakan hukum bukan sekadar menjerat pelaku pencurian, tetapi juga upaya melindungi lingkungan hidup dan masa depan masyarakat Bangka Belitung. Sebab jika DAS dan mangrove hancur, kerugian yang ditanggung bukan hanya masyarakat lokal, tetapi juga generasi mendatang.(RF)

