Kabel Laut Batam-Bintan 14 Bulan, Bengkalis-Buruk Bakul 3 Tahun Tertunda: Penghematan Negara Terabaikan
Pulau Batam-Bintan 14 Bulan, (kiri) dan Pulau Bengkalis-Buruk Bakul, (kanan). (Poto/Map/ist).
Penulis: Romi
Pemred (Pemimpin Redaksi): satuju.com
Satuju.com - Kabel laut dari Pulau Batam ke Pulau Bintan sepanjang sekitar 3,5 km berdasarkan data Kementerian ESDM (www.esdm.go.id) dibangun hanya dalam waktu 14 bulan sejak penandatanganan kontrak. Bandingkan dengan kabel laut dari Pulau Bengkalis ke Buruk Bakul yang panjangnya hanya 7–8 km, namun hingga kini tidak muncul tanda-tanda pembangunan.
Padahal sejak kedatangan anggota DPR RI Iyeth Bustami bersama Direktur Distribusi PLN pada Juni 2025 lalu, publik berharap ada realisasi realisasinya. Namun, sampai sekarang proyek Gardu Induk di Bengkalis belum juga bergerak. Jangan-jangan, kontraknya pun masih belum ditandatangani.
Negara seharusnya peduli dengan Bengkalis. Apalagi ada peluang efisiensi ratusan miliar rupiah yang bisa langsung mengurangi beban APBN. Hitungan sederhana menunjukkan, daya pembangkit listrik tenaga diesel di Bengkalis beroperasi rata-rata 20 Mega Watt. Untuk itu, kebutuhan minyak solar mencapai sekitar 35 juta liter per tahun. Dengan harga solar nonsubsidi Rp13.700 per liter, biaya bahan bakar yang dikeluarkan mencapai Rp479 miliar per tahun.
Bayangkan jika penghematan Rp479 miliar ini benar-benar bisa dilakukan. Dengan jumlah tersebut, negara mampu membuka usaha sebanyak 95.800 gerobak kaki lima (dengan asumsi modal Rp5 juta per unit). Artinya, ada peluang UMKM baru bagi 95 ribu kepala keluarga.
Jika dialihkan untuk infrastruktur, dana sebesar Rp479 miliar cukup untuk membeli tiga kapal seharga Rp150 miliar per unit. Dalam lima tahun, negara bisa menghadirkan 15 kapal roro baru, sehingga masyarakat tidak perlu lagi berhari-hari di pelabuhan.
Terlebih lagi, dengan penghematan itu, negara bisa menyediakan 87 ribu paket nasi bungkus seharga Rp15 ribu setiap hari bagi masyarakat kurang mampu di Bengkalis. Inilah wujud nyata manfaat efisiensi anggaran bagi kesejahteraan rakyat.
Namun kenyataannya, proyek kabel laut Bengkalis yang seharusnya beroperasi pada tahun 2024 justru molor hingga pertengahan tahun 2027. Keterlambatan sekitar tiga tahun ini berpotensi menimbulkan pemborosan hingga Rp1,4 triliun di tengah kondisi ekonomi masyarakat yang kian sulit, ditambah maraknya PHK dan lapangan kerja yang semakin menyempit.
Dari kaca mata Pemred (Pemimpin Redaksi): satuju.com, bahkan membandingkan: mengapa pembangunan kabel laut Batam–Bintan bisa cepat selesai, sementara Bengkalis–Buruk Bakul yang jaraknya relatif tidak jauh berbeda justru tak kunjung dimulai? Apakah ada yang berbeda dari prosesnya? Ataukah ada keraguan kesengajaan untuk memarjinalkan Pulau Bengkalis ini? Cukuplah sudah Pulau Bengkalis yang usianya lebih dari 5 abad ini, yang warganya hanya dapat menonton kemajuannya di negeri tetangga.
Pertanyaan itu layak diajukan. Sebab, rakyat kecil hanya bisa berharap pada pemangku jabatan yang berpihak pada rakyatnya sendiri, baik di tingkat kabupaten, provinsi, maupun pusat. Jangan sampai peluang penghematan besar yang jelas di depan mata justru diabaikan tanpa alasan.
Di akhir tulisan ini, sekali lagi harus ditegaskan: penghematan negara jangan diabaikan . Bengkalis menunggu bukti nyata, bukan janji yang berlarut-larut. Mulut kami memang belum berteriak, tapi hati kami sudah mulai bergejolak seraya mengucapkan Allahuakbar.

