Majapahit, Mongol, dan Politik Modern: Perspektif Sejarah yang Perlu Diperhatikan
Ilustrasi. (poto/net).
Penulis: Damai Hari Lubis, Pengamat KUHP (Kebijakan Umum Hukum dan Politik)
(Abstrak, Kekhawatiran Dampak Kepemimpinan Jokowi)
Satuju.com - Pasukan Mongol dari China memang pernah menyerang Jawa pada era Singosari, tepatnya pada tahun 1293. Serangan ini dipimpin oleh Kubilai Khan, pendiri Dinasti Yuan, sebagai balasan atas penolakan Raja Kertanegara dari Singosari untuk membayar upeti dan perlakuannya yang kasar terhadap utusan Mongol.
Ada latar belakang serangan Mongol yang sudah menguasai China untuk menguasai negeri Nusantara (Singosari, cikal bakal wilayah Indonesia), namun ditolak Kertanegara untuk tunduk kepada Mongol, bahkan melukai utusan Kubilai Khan, lalu memicu kemarahan Kubilai Khan, dengan membalas dengan pola mengutus ekspedisi militer, dengan jumlah pasukan besar (sekitar 20.000-30.000 tentara) untuk menghukum Kertanegara dan menguasai Jawa.
Namun sebelum pasukan Mongol tiba, Kertanegara telah wafat dibunuh oleh Jayakatwang, bupati Gelang-Gelang.
Kehadiran Tentara khan diperalat untuk beraliansi oleh Raden Wijaya menantu Kertanegara. Al hasil pasukan Mongol yang bersekutu dengan Raden Wijaya untuk mengalahkan Jayakatwang. Kemudian Raden Wijaya berbalik melawan Mongol dan berhasil mengusir mereka dari Jawa.
Dampaknya Raden Wijaya mendirikan Kerajaan Majapahit setelah mengalahkan Mongol.
Maka masyarakat raja Singosari pra Majapahit di Jawa sudah diperkenalkan senjata dengan jenis mesiu oleh pasukan Mongol yang berkuasa di Tiongkok atau Negara China saat ini.
Serangan Mongol ke Jawa menunjukkan kekuatan dan kelemahan pasukan Mongol dalam menghadapi kondisi geografis dan politik lokal di Asia Tenggara.
Namun terlepas dari bangsa Mongol yang terus berkuasa hingga anak cucu dari Jengis Khan- Kubilai Khan, sampai dengan cicit kerabat dari Jengis Khan yang bernama Timur Lenk, kini sudah menjadi kenyataan para TKI yang disinyalir sebagai tentara china (oleh sebab sistim hukum RRC), lalu apakah perlu diwaspadai sebagai "agenda" Kubilai Khan, yang pernah menguasai China, dan sebaliknya kini Mongol yang di aneksasi China yang penduduk aslinya sudah bercampur dengan Mongol-China dan Russia, yang pernah memiliki libido merampas dan menguasai nusantara, apakah kemudian konsep libido (kolonialis) dimaksud sudah diadopsi (unifikasi) model imperialis ala komunis (RRC) saat ini ? Melalui anak keturunan yang isunya ada pada sosok eks presiden Jokowi ?
Hal keturunan ini tentunya perlu pelurusan 'asal usul biologis Jokowi' secara transparansi selain mengandung agregat yang multi dimensi jenis hukum (pertanggungjawaban hukum pidana dan ketatanegaraan dan politik), juga agar tidak menjadi fitnah sejarah kedepannya terhadap keturunannya dan anak bangsa umumnya, lalu sulit pelurusan faktor sejarah yang sebenar-benarnya.
Dan selebihnya mengingat isu TKI asal China yang 'militeris' sudah berada di Indonesia dan ada kebijakan politik WNA diberi izin berdomisili 160 tahun hingga 190 tahun dan dapat diperpanjang ? Belum lagi faktor 'taipan serumpun dari cucu cicit sepupu Kubilai khan" yang sudah lama bercokol dan 'serius' mengenal peta bisnis ekonomi dan terdapat sinyal benang merah 'konspirasi' politik kekuasaan (oligarki) di tanah air.
Ref. Suara Nasional 2022 dan Fusilat 2024.

