Pesan Dua Periode Jokowi: Antara Cawe-Cawe Politik dan Bahaya Dinasti
Ilustrasi. (poto/net).
Penulis: Damai Hari Lubis, Pengamat KUHP (Kebijakan Umum Hukum dan Politik)
Satuju.com - Jokowi, mengakui memang mengatakan kepada para relawan (pengikutnya) karena ditanyakan, bahwa "sejak awal dia sudah menitipkan pesan", agar mengawal Prabowo dan Gibran untuk memimpin bangsa ini selama 2 (dua) periode.
Hal ini kontradiktif, seolah pemaksaan kehendak (otoritarian) 'andai benar' pesan yang tidak normatif ini Jokowi sampaikan sejak terpilihnya Gibran oleh hasil hitungan KPU RI. Selain seolah dirinya adalah penguasa dinasti (monarkis), sehingga sosok dirinya diatas seorang pejabat Presiden RI. Dengan kata lain Jokowi tidak memiliki adab tatakrama berpolitik.
Lebih parah lagi, jika Jokowi katakan pra cawapres. Artinya patut diduga kuat keterlibatan (cawe cawe) Jokowi sebagai intelektual dader (uitlokker) yang mengarahkan diajukannya Permohonan Judicial Review/JR terhadap MK terkait penghapusan terhadap pasal tentang batasan usia pada Undang-Undang Pemilu dan dapat diduga, bahwa sejatinya tokoh yang menginginkan MK bersidang dengan pola nepotisme adalah Jokowi, dengan didasari bukti fakta hukum, bahwasanya "Anwar Usman Ketua MK telah diberhentikan dari jabatannya oleh putusan MKMK karena melanggar etik.
Dan pelanggaran tentang etik dan sanksinya oleh seorang berprofesi hakim yang telah Anwar lakukan, yakni perihal larangan menjadi hakim terkait adanya kepentingan terhadap objek perkara JR andai antara diri seorang hakim ada hubungannya dengan garis kekeluargaan atau tingkat kekerabatan atau semenda dan atau paman dari pemohon atau dari salah satu pihak yang berkepentingan terhadap materi objek perkara. Maka terhadap larangan kode etik hakim ini, hal yang sedehana atau lumrah untuk dieketahui sebelumnya oleh seorang Anwar Usman.
Selebihnya terkait Ijazah Gibran secara substansial dari makna implisit (tersirat), Jokowi telah "mengancam" (Ketua) Mahkamah Agung/ MA agar Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memenangkan Gibran atau menolak atau mengalahkan gugatan pihak penggugat.
Sedangkan sesuai perintah UUD 1945 sebagai dasar konstitusi secara tegas menyatakan bahwa Negara RI adalah berdasarkan hukum, maka negara tidak boleh melakukan pembiaran kerusakan yang bakal 'terus' terjadi hanya oleh sebab nafsu syahwat seorang 'sipil' Jokowi. Dan inti dari pernyataan Jokowi ini, sudah dibantah secara tegas oleh Titik Soeharto selaku anggota legislatif.
Oleh sebab hukum, rakyat yang berdaulat dapat "mendesak" sebuah tuntutan yang prinsip kepada Presiden RI Prabowo sebagai penguasa yang sah dengan kewenangannya yang amat besar dan hampir 'tidak terbatas', agar memerintahkan para aparatur penegak hukum segera "mengamankan" Jokowi.
Adapun terkait statemen pengakuan Jokowi yang dihubungkan dengan pernyataan para relawannya, "agar mendukung Prabowo-Gibran 2 (dua) periode" (2024-2029 dan 2029-2034) sesuai yang disampaikan Ketua Umum Relawan Bara Jokowi Presiden (Bara JP), Willem Frans Ansanay, pada acara pelantikan Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Bara JP periode 2025–2030 di Kompleks Museum Joang ’45, Menteng, Jakarta, Sabtu (13/9/2025).
Dan saat dikonfimasi langsung kepada Jokowi, ternyata Jokowi membenarkan apa yang disampaikan Bara JP (Barisan Relawan Jokowi Presiden), sesuai referensi berita; https://youtu.be/6PPfSw5aEMU?si=f9xiIn6dZJ3VvnV4

