Kemelut Aceh-Sumut: Publik Pertanyakan Langkah Tito dan Listyo

Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian dan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo

Jakarta, Satuju.com – Pengamat Kebijakan Umum Hukum dan Politik (KUHP), Damai Hari Lubis, menyoroti peran Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian dan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dalam meredam konflik yang mencuat antara Provinsi Aceh dan Sumatera Utara (Sumut).

Menurut Damai, publik patut mempertanyakan apa langkah dan kebijakan yang diambil dua tokoh asal Kabinet Merah Putih (KMP) tersebut untuk mengatasi kemelut yang melibatkan dua provinsi paling ujung Pulau Sumatera itu.

“Konflik kepemilikan empat pulau di perbatasan Kabupaten Singkil, Aceh, dengan Sumut sempat memanas dan diduga dipicu kebijakan Mendagri Tito. Meski isu itu mereda, kini muncul ketegangan baru yang berpotensi kegaduhan akibat kebijakan Gubernur Sumut, Bobby Nasution, menantu Presiden Jokowi,” ujar Damai kepada Redaksi dalam keterangannya, Rabu (1/10).

Kebijakan Bobby yang menjadi sorotan adalah razia terhadap kendaraan bermotor berpelat nomor Aceh (BL) yang melintas di wilayah Sumut. Kendaraan tersebut diwajibkan menggunakan pelat BK atau BB. Kebijakan itu kemudian dibalas reaksi keras oleh Gubernur Aceh, Muzakir Manaf atau Malem, yang menginstruksikan agar seluruh ekskavator ilegal yang beroperasi di hutan Aceh segera hengkang.

“Pertikaian dua kepala daerah ini jelas membutuhkan tanggapan khusus dari Polri untuk mengantisipasi potensi gangguan keamanan dan ketertiban di wilayah yang masyarakatnya dikenal memiliki karakter cukup temperamental,” jelas Damai.

Ia menegaskan, Mendagri Tito tidak bisa berdiam diri dalam situasi ini. Sebagai pejabat pusat, ia harus mengambil langkah nyata agar konflik tidak semakin melebar.

“Publik menunggu transparansi langkah Tito dan Listyo. Mereka harus segera melaporkan kepada Presiden Prabowo terkait kondisi yang terjadi dan menyampaikan solusi penyelesaian. Tidak cukup hanya diam menjadi penonton,” tambahnya.

Isu yang beredar, kata Damai, bahkan menyebut kedua tokoh kepercayaan Jokowi tersebut berpotensi dicopot dari jabatannya jika tidak mampu meredam ketegangan di dua provinsi itu.