Residu Kekuasaan Jokowi: Kontaminasi Mentalitas Aparatur dan Tantangan Moral Bangsa

Jokowi

Penulis: Damai Hari Lubis, pengamat KUHP (Kebijakan Umum Hukum dan Politik)

Satuju..com - "Residu yang diproduksi Jokowi selama 10 tahun ditengarai mengkontaminasi mentalitas banyak aparatur negara" di tanah air, jenis penyakit yang cenderung menyebar dan mudah beranak pinak menghinggapi mentalitas pejabat tinggi hingga 'level' Ketua RT.

'Penyakit' perilaku Jokowi, yang relatif sering nampak telanjang adalah hobi berkata dan berjanji bohong dan menabrak rambu rambu hukum.

Dan perihal kebohongan, nyatanya hingga saat ini, Jokowi masih terjangkit aib dimaksud, walau sudah tidak lagi menjabat presiden, terbukti saat ini, menurut sistim hukum sebagai pejabat publik dan selaku Penasehat BUMN (PT. DANANTARA) Jokowi dilarang untuk melaporkan publik yang mengajukan gugatan andai berhubungan dengan  dirinya selaku pejabat publik (dalam hal ini perihal ijazah palsu S-1 dari UGM), nyatanya Jokowi tidak menyelesaikan tuduhan publik dengan mengacu kepada asas tranparansi, Jokowi justru melaporkan beberapa individu publik (Roy Cs) ke pihak Penyidik Polri.

Oleh sebab itu, sepak terjang Jokowi harus dihentikan secara konstitusional namun membutuhkan super keberanian, yakni model perlawanan yang selama ini Dr. Roy Suryo lakukan, dan tentunya publik perlu kompak "turun rame rame" dan memberikan moral support melalui kehadiran nyata dalam bentuk gelombang besar yang didasari prinsip "kedaulatan ada ditangan rakyat dan hak kebebasan menyampaikan pendapat dimuka umum.

Dan gelombang besar ini bersama-sama menuju Gedung Mabes Polri untuk menemui Listyo Sigit selaku Kapolri untuk menanyakan dan minta transparan diumumkan langsung secara lisan oleh Listyo Sigit tentang kepastian hukum terkait asli atau tidaknya ijasah SMA dan S1 dari hasil uji laboratorium forensik digital, dikarenakan kedua ijazah yang dinyatakan asli oleh Jokowi tersebut sudah sekian bulan lamanya disita oleh Bareskrim Mabes Polri. 

Oleh karenanya "Rakyat butuh pola bersatu turun ramai-ramai, agar dapat menghentikan tingkah pola Jokowi yang baru saja kembali menabrak sistim hukum tentang Undang-undang Pemilu dengan mengatakan secara publis "agar pendukungnya mengawal Prabowo tetap berpasangan dengan Gibran selama 2 (dua) periode", yaitu 2024-2029 dan 2029-2034.

Andai publik berkesiapan untuk menghadap Kapolri dalam bentuk aksi turun rame rame, maka dipastikan ada individu dari bakal massa yang siap menjadi Korlap aksi tersebut, dengan catatan aksi dilakukan sesuai ketentuan hukum dan berlaku tertib, tidak anarkis, agar tidak ditunggangi oleh oknum oknum provokator yang bertujuan mengganggu ketertiban agar timbul kekacauan dan menggangu konsentrasi kinerja pemerintah dan stabilitas negara.