Ketika Bupati Menjemput Murhaban: Kisah Pemimpin yang Tak Segan Mengulurkan Tangan
Program ini merupakan hasil kerja sama Pemerintah Kabupaten Aceh Timur dengan RSJ Banda Aceh,(poto/ist)
Aceh Timur, Satuju.com— Sebuah pemandangan haru terjadi di Kecamatan Peureulak Barat, Aceh Timur, Senin (10/11/2025). Bupati Aceh Timur, Iskandar Usman Al-Farlaky, S.H.I., M.Si., turun langsung menjemput seorang warga bernama Murhaban yang telah lama hidup dalam pemasungan. Murhaban kemudian dibawa untuk mendapatkan perawatan di Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Banda Aceh.
Langkah itu menjadi simbol dimulainya Program Aceh Timur Bebas Pasung yang diluncurkan bersamaan di Aula Serbaguna Idi. Program ini merupakan hasil kerja sama Pemerintah Kabupaten Aceh Timur dengan RSJ Banda Aceh, yang dihadiri langsung oleh Direktur RSJ, dr. Hanif, bersama jajaran manajemen.
“Ini bagian dari komitmen kita untuk menghapus praktik pasung di Aceh Timur. Hari ini kita menjemput saudara Murhaban agar mendapatkan perawatan yang layak. Ada enam pasien lainnya yang juga akan segera dibawa ke Banda Aceh untuk dirawat,” ujar Al-Farlaky.
Bupati menjelaskan, saat ini tercatat 11 kasus pasung di wilayahnya. Pemerintah daerah menargetkan seluruh pasien dapat dibebaskan dan mendapatkan perawatan medis secara bertahap. Ia juga menekankan pentingnya dukungan keluarga serta lingkungan dalam proses penyembuhan pasien.
“Kita berharap masyarakat tidak lagi memandang ODGJ (Orang dengan Gangguan Jiwa) sebagai aib. Mereka manusia yang berhak diperlakukan dengan hormat. Pemasungan tidak hanya melanggar kemanusiaan, tapi juga menghambat proses penyembuhan,” katanya.
Berdasarkan data Dinas Kesehatan, jumlah ODGJ di Aceh Timur mencapai lebih dari 1.200 orang, dengan 798 di antaranya tergolong berat—sebagian besar disebabkan oleh tekanan sosial dan penyalahgunaan narkoba. Pemerintah daerah telah menyiagakan tenaga kesehatan jiwa di seluruh Puskesmas untuk memberikan layanan di tingkat kecamatan.
Sementara itu, Direktur RSJ Banda Aceh, dr. Hanif, menegaskan bahwa pemasungan tidak dapat dibenarkan dalam kondisi apa pun.
“Penderita gangguan jiwa tetap memiliki hak untuk dirawat secara manusiawi. Kita memiliki tenaga medis dan metode terapi yang sesuai prosedur untuk membantu mereka pulih,” ujarnya.
Ia menambahkan, penyebab gangguan jiwa sangat beragam—mulai dari tekanan sosial, konflik keluarga, hingga pengaruh zat adiktif. Karena itu, ia menilai peran keluarga dan masyarakat sangat menentukan keberhasilan proses rehabilitasi.
Program Aceh Timur Bebas Pasung diharapkan menjadi langkah awal untuk menghapus stigma terhadap penderita gangguan jiwa serta mewujudkan penanganan kesehatan mental yang lebih manusiawi di daerah tersebut.(M.R)

