Lahirkan Kepribadian Melalui Budaya Pendidikan

Yani Alfani Mahasiswa S2 Pendidikan Dasar UNRI Guru SD Negri 10 Tumang.

Oleh : Yani Alfani Mahasiswa S2 Pendidikan Dasar UNRI Guru SD Negri 10 Tumang

Satuju.com Industri 4.0 telah berlalu dan pindah ke Industri 5.0. Teknologi telah menaklukkan dimensi modern. Kami melihat bahwa sistem keuangan telah bergerak ke digitalisasi, demikian juga pendidikan, sosial, budaya, dan banyak lagi.
Budaya digital adalah istilah yang menggambarkan bagaimana teknologi dan internet membentuk cara orang berinteraksi sebagai manusia. Ini ada hubungannya dengan perilaku, cara berpikir dan komunikasi. 
 “Internet membentuk cara kita berinteraksi. Ada cara berpikir, berperilaku, dan berkomunikasi yang semuanya berkaitan erat,”

Kompetensi dalam budaya digital antara lain memahami nilai-nilai inti Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika. Setiap perintah memiliki bagian budaya yang penting dalam  media digital untuk berpartisipasi dalam digitalisasi budaya melalui Teknologi Informasi (TI). Termasuk informasi dasar untuk lebih mencintai produk rumahan. Namun perlu diingat bahwa budaya digital tidak berbeda dengan budaya non-digital. Seperti halnya etika digital, demikian pula dengan etika di dunia nyata. Budaya digital harus mendukung semua perilaku  di  dunia maya. Karena kurangnya pemahaman  budaya media digital, pengguna tidak  memahami batasan kebebasan berekspresi melalui intimidasi online, ujaran kebencian, fitnah atau provokasi. Hasilnya adalah ketidakmampuan individu untuk membedakan antara publikasi informasi publik dan pelanggaran privasi di ruang digital.

Menurut survei literasi digital yang dilakukan di Indonesia pada tahun 2021, indeks atau skor literasi digital Indonesia dilaporkan sebesar 3,49 dari skala 1-5. Skor tersebut menunjukkan bahwa tingkat literasi digital di Indonesia masih tergolong sedang.

Menanggapi perkembangan TI ini, pendidik perlu memahami keterampilan digital, etika digital, budaya digital, dan keamanan digital. Sehingga dapat memberikan edukasi penggunaan smartphone yang dapat mengarah pada tindakan positif. Di era yang serba cepat dan praktis ini, semua aktivitas kami mudah dilihat oleh semua orang bahkan siswa kami karena berada dalam satu genggaman. Keterampilan siswa berselancar dalam dunia digital  akan memberikan pengetahuan yang baik.

SD Negeri 10 Tumang adalah sekolah yang cukup kreatif walau posisinya ada di tengah perkebunan kelapa sawit yang jauh dari akses-akses informasi seperti perpustakaan atau toko buku yang mudah di akses di perkotaan. Namun smartphone bukan hal tabu di daerah ini, bahkan mayoritas masyarakat dari anak-anak sampai orang tua menjadi user tetap dan aktif.

Kecerdasan mereka dalam menggunakan smartphone memang tidak diragukan lagi, dari sebagai alat komunikasi, game, dokumentasi moment-moment tertentu sampai bermedia sosial. Bahkan internet sudah menjadi kebutuhan pokok meski kualitas jaringan belum sebagus di perkotaan.

Dari kebiasaan yang mereka lakukan mayoritas ternyata masih belum mengerti bagaimana membedakan konsumsi domestik dan publik dalam bermedia. Soal hukum siber misalnya bagaimana kita waspada pada kejahatan di dunia digital, bagaimana sikap berkomunikasi di sosial media atau menyampakan informasi di akun media sosial pribadinya.

Menganggap dunia digital adalah dunia yang bebas sebebasnya ini bentuk ketidak pahaman dalam merespon kecepatan zaman yang terus bergerak. Maka penting kecakapan dalam digitalisasi, hal yang dapat mendorong ini adalah lewat pendidik-pendidik yang cakap dikital karna pendidiklah yang mudah di jumpai dan di anggap sebagai orang yang faham akan segala hal dalam pedesaan seperti ini.

Dahulu ada program siber kreasi dari kominfo namun sayang mereka tidak masuk sampai pedesaan-pedesaan yang terdalam. Sehingga yang dapat pemahaman tentang dunia digital hanya masyarakat perkotaan, tentu ini membuat daerah-daerah seperti ini masih tertinggal sedikit atau lebih lambat di banding dengan perkotaan.
Pendidik yang baik adalah pendidik yang terlatih dan terdidik dan bisa menjadi tauladan. Memang tidak mudah menjadi pendidik, harus mampu membedakan konsumsi publik dan domestik. Sikap kedewasaan dan etika menjadi modal dalam mengambil kepercayaan wali murid. Kebiasaan dalam keseharian dalam bermasyarakat dan bermedia dengan baik ini akan menjadi tambahan penilaian sebagai pendidik yang baik.

jika berangkat dari surat an’nisa ayat 9 yang artinya “Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar”. Maka pendidik harus memiliki keresahan yang mendalam jika muridnya kelak tidak mampu membedakan mana yang benar dan mana yang salah. Sikap jujur dalam segala hal, yang tak kalah penting adalah tidak meninggalkan anak-anak yang lemah. Lemah yang disini tentu penulis garis bawahi adalah lemah secara mental, lemah secara iman, lemah secara aqidah, lemah secara akhlak dan seterusnya, bukan lemah secara fisik.

Pendidik harus ikhlas dalam memberikan pendidikan yang baik, dapat melihat potensi dan mengembangkan karakter yang baik. Pendidik harus kreatif dalam memakai metode pembelajaran agar yang disampaikan dapat mudah diterima oleh siswa atau siswi. Yang terberat adalah pendidik harus terus membuat metode ajar trobosan-trobosan sesuai kebutuhan. Mungkin kita tidak bisa lepas dari kurikulum yang ada tapi yang bagus adalah mengembangkan kurikulum untuk membuat anak-anak menjadi orang-orang yang kuat. Yang mampu memfungsikan akal pikirannya dengan bersih dan aktif sehingga mereka dapat memehami potensi diri dan batasan diri baik dalam sosial kemasyarakatan maupun dalam dunia digital.
“Guru terbaik adalah Guru yang terlatih dan terdidik yang mampu menjadi tauladan”. (TIKAR)


BERITA TERKAIT