Walikota Bukittinggi Dianggap Melukai Profesi Pers, Wartawan Gelar Aksi Solidaritas
Salah seorang wartwan menyampaikan orasi
Bukittinggi, Satuju.com - Sekelompok jurnalis Bukittinggi Agam yang menamakan diri dengan Aksi Solidaritas Pers (Bukittinggi Agam) mengadakan aksi mengecam atas perkataan Walikota Bukitinggi yang disebarkan melalui video terkait klarifikasinya mengenai kasus yang menghebohkan kota jam gadang ini beberapa waktu lalu.
Walikota Bukittinggi dalam video klarifikasi dari Erman Safar yang berdurasi 2 menit 58 detik yang diunggah pada hari Selasa (27/06), sebelum jumpa pers pada menit 01:53, Walikota menyampaiakan bahwa pers memviralkan kasus yang seharusnya tidak diberitakan. "Lalu kemudian itu viral. Itu diluar sepengetahuan kami, dan kami tidak pernah meminta wartawan dari awal Kita mendapati perbuatan-perbuatan penyimpangan ini untuk diberitakan," ujar Walikota Bukittinggi dalam video tersebut.
Hal itu tentunya jadi perbincangan sengit di tubuh insan pers, dan dianggap melukai jiwa jurnalistik. Karena dari ucapan walikota dapat diambil suatu kesimpulan bahwa Walikota Bukittinggi tidak pernah meminta Wartawan untuk memberitakan.
Aksi ini dihadiri oleh berbagai media online dan cetak, lokal dan nasional dan dari berbagai organisasi pers pada tanggal 30 Juni 2023.
Aksi solidaritas pers Bukitinggi Agam ini dimulai setelah salat Jumat dengan titik kumpul di lapangan kantin Bukitinggi. Kemudian aksi ini berlanjut kerumah dinas wali kota Bukittinggi.
Berdasarkan informasi yang diminta kepada salah seorang sat pol PP yang berada dihalaman rumah putih ini menyatakan bahwa walikota berada di luar daerah.
Orasi diadakan oleh beberapa jurnalis salah satunya Rizky yang menyatakan pers bekerja sesuai undang-undang yang berlaku. "Jangan salahkan kami, kami bekerja sesuai dengan undang-undang pers nomor 40 tahun 1999," ujarnya berapi-api.
"Wartawan diundang ataupun tidak diundang, wartawan akan tetap menerbitkan berita. Tidak ada yang akan dapat melarang" lanjutnya.
Seorang wartawan, Fadky Reza juga menyampaikan pandanganya terkait pernyataan Walikota Bukittinggi yang menurutnya pers memiliki kebebasan untuk menyampaikan berita kepada masyarkat sesuai peraturan perundang-undangan. "Sebaiknya walikota meminta maaf kepada jurnalis, tidak lah benar pejabat publik harus meminta untuk diberitakan, karena tugas jurnalis telah dituangkan dalam undang-undang pers nomor 40 tahun 1999," ungkap Fadly Reza.
Sedangkan wartawan lain, Iing Chaiang menyatakan bahwa Walikota Bukittinggi harus memahami UU Pers. "Sebaiknya walikota memahami undang-undang pers dan ingat jurnalis adalah penulis sejarah, jangan lah menganggap kami jurnalis tidak memiliki etika, kami memiliki kode etik. Wali kota pernyataan anda melukai hati kami selaku insan pers," terangnya.
Aksi ini akhirnya berlanjut Bukitinggi, Jam Gadang. Disana peserta aksi solidaritas pers disambut oleh anggota Polresta Bukitinggi.
"Aksi ini bukanlah bentuk anarkis, hanya menyampaikan pesan dari jurnalis kepada sang walikota, agar tidak merendahkan profesi wartawan," ujar salah satu peserta aksi.

