Uni Eropa Jegal Ekspor CPO RI, Pakar Lingkungan UIN Suska Gunduli Kepala
pakar lingkungan nasional Dr. Elviriadi saat berada di kantor staf presiden (kanan).
PEKANBARU, Satuju.com - Kinerja industri komoditas sawit Indonesia pada 2024 masih menghadapi sejumlah tantangan. Kondisi ini terkait perlambatan ekonomi global yang bisa mengancam permintaan ekspor CPO dan harga CPO hingga adanya dugaan penjegalan produk CPO RI di Eropa lewat Undang-undang Anti-deforestasi atau European Union Deforestation Regulation (EUDR).
Ketua Bidang Luar Negeri GAPKI, Fadhil Hasan mengatakan saat ini tren ekspor CPO RI ke Uni Eropa cenderung turun sebelum aturan EUDR berlaku di 2025. Namun GAPKI yakin Uni Eropa masih membutuhkan CPO untuk industri pangan maupun biodiesel, oleh karena itu upaya negosiasi masih diperlukan untuk memastikan keberlanjutan ekspor CPO RI, Dilansir CNN.com.
Menanggapi hal tersebut, pakar lingkungan nasional Dr. Elviriadi kepada Satuju.com Ahad (21/1/24) memandang sikap Uni Eropa sudah tepat. "Saya kira upaya UE itu sangat bijak dan sudah tepat. Sawit di Indonesia kan sudah diakui pemerintah berada dalam kawasan hutan. Bagaimana mau mangkir lagi?," ucap alumni UKM Malaysia.
Dosen UIN Suska yang kerap jadi ahli di pengadilan itu meminta pemerintahan RI segera mememuhi kriteria UE.
"Kan gak sulit syaratnya. Uni Eropa gak mau turut serta melegalkan deforestasi alias penggundulan hutan. Perubahan iklim (climate change) telah secara nyata menjadi ancaman global," jelasnya.
Kepala Departemen Restorasi Gambut Majelis Nasional KAHMI itu memandang sawit illegal jutaan ha segera dikembalikan ke kawasan hutan.
"Bagaimana mau bicara penurunan suhu bumi dan meredam kehancuran lingkungan, sedangkan sawit dalam kawasan hutan dilanjutkan. Mudah mudahan ada perubahan kebijakan," harapnya.
Sejak terbitnya peraturan Europe Union Deforestation Regulation (EUDR) beberapa waktu lalu, Dr. Elviriadi mencukur gundul kepala setiap 7 hari sekali secara konsisten.
"Sebagai wujud rasa syukur saya kepada peraturan Uni Eropa itu. Sebab gara-gara monokultur sawit dan akasia di Riau, banjir dan bencana alam bertubi tubi. Kehidupan masyarakat Riau dan Kalimantan tambah merana," pungkas pakar lingkungan nasional Dr. Elviriadi, 'ikhlas gundul permanen'.

