Perjalanan Dinas Fiktif PNS Diminta Esk Penyidik KPK Harus Dipidana

Mantan penyidik KPK Yudi Purnomo Harahap

Jakarta, Satuju.com - Penyimpangan perjalan dinas pegawai negeri sipil (PNS) sebesar Rp 39,26 miliar diungkap Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). 

Mantan penyidik ​​KPK Yudi Purnomo Harahap meminta pihak yang memanipulasi perjalanan dinas itu harus dipidanakan.

"Perjalanan dinas fiktif itu harus dipidanakan. Biar kapok, supaya efek jera. Maka kemudian mereka yang memanipulasi atau fiktif, dia harus dipenjara, harus dipidanakan," kata Yudi kepada wartawan, Senin (10/6/2024).

Yudi meminta penegak hukum seperti KPK, Kejaksaan Agung, atau Polri bertindak menyikapi laporan dari BPK tersebut.

“Oleh karena itu sebaiknya penegak hukum membaca terkait laporan BPK ini ya segera melakukan pemilihan ya mana yang wajib untuk dipidanakan,” ucapnya.

Seperti diketahui, penyimpangan perjalan dinas pegawai negeri sipil sebesar Rp 39,26 miliar diungkap Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Nilai ini merupakan akumulasi pada 46 kementerian/lembaga (K/L).

“Penyimpangan belanja perjalanan dinas sebesar Rp 39.260.497.476 pada 46 K/L,” bunyi laporan BPK pada Hasil Laporan Pemeriksaan (LHP) atas Sistem Pengendalian Intern dan Kepatuhan terhadap Ketentuan Peraturan Perundang-undangan Pemerintah Pusat 2023, seperti dikutip Minggu (9/6 /2024).

Penyimpangan belanja perjalanan dinas tersebut paling banyak terjadi akibat perjalanan yang tidak sesuai ketentuan atau kelebihan pembayaran dilakukan oleh 38 K/L dengan nilai Rp 19,65 miliar. Tercatat Komisi Pemilihan Umum (KPU) belum mengembalikan sisa kelebihan perjalanan dinas Rp 10,57 miliar ke kas negara, BRIN senilai Rp 1,5 miliar dianggap tidak akuntabel dan tidak diyakini kewajarannya, serta Kemenkumham senilai Rp 1,3 miliar.

Selain itu, penyimpangan perjalanan dinas lainnya dilakukan oleh 23 K/L dengan nilai Rp 4,84 miliar. Penyimpangan disebut dilakukan oleh Kementerian PUPR senilai Rp 1,15 miliar karena tanpa didukung bukti pengeluaran secara at cost, Kementerian PAN-RB senilai Rp 792 juta, serta Kementerian Pertanian (Kementan) senilai Rp 571,74 juta.

Selain itu, sebanyak 14 K/L dengan nilai Rp 14,76 miliar disebut belum memberikan bukti pertanggungjawaban perjalanan dinas. Yakni Badan Pangan Nasional (Bapanas) senilai Rp 5 miliar, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) senilai Rp 211,81 juta, serta Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) senilai Rp 7,4 miliar.

Tak hanya itu, BPK juga menemukan adanya perjalanan dinas fiktif senilai Rp 9,3 juta yang dilakukan oleh BRIN dan Kementerian Dalam Negeri.

“Kementerian Dalam Negeri sebesar Rp 2.482.000 merupakan perjalanan dinas yang tidak dilaksanakan. BRIN sebesar Rp 6.826.814 merupakan pembayaran atas rekomendasi yang fiktif,” beber BPK dalam laporannya.

Atas permasalahan belanja perjalanan dinas sebesar Rp 39,26 miliar di atas, ditindaklanjuti melalui tanggung jawab dan/atau penyetoran ke kas negara sebesar Rp 12,79 miliar.