Lulusan SMA dan Kuliah lalu Kerja Jadi PNS atau Jadi Lulusan SMK tapi Kerja di LN? Simak Ulasannya!

Ilustrasi

Satuju.com - Di era 90 sampai 2000an, berita tentang TKI apalagi TKW kerap identik dengan perlakuan keji dari majikan. Mereka dikunci di kamar, mendapat bentakan, disiram air panas, disetrika, dan sederet penyiksaan lainnya. 

Citra tentang TKI dan TKW di mata saya, saat itu, kok pedih sekali. Belakangan, berkat media sosial, kita paham kalau kabar semacam ini hanya secuil dari situasi sebenarnya. Sebaliknya, dengan berbagai kisah dan pengalaman yang muncul, kini kita malah bisa jadi iri. Banyak dari kita yang kini iri dengan mereka setelah sekolah atau kursus, bisa bekerja ke LN, memperkaya tabungan, dan pengalaman hidup.

Nyambi jadi english speaking partner, beberapa kali saya dapat siswa atau rekan yang bekerja di LN, atau sedang proses untuk ke sana. Atau tidak perlu jauh-jauh deh, anak penjual angkringan di rumah saya pun akhir bulan ini akan berangkat ke Jepang. Lulusan SMK, dia sudah di-training dan diterima kerja di sebuah perusahaan makanan di sana.

Persepsi negatif terkait anak SMK

Terlepas dari perlakuan keji terhadap beberapa TKI/TKW tadi, banyak cerita positif dari mereka. Berbagai cerita positif tersebut mampu mengubah banyak persepsi. Tidak hanya tentang kehidupan TKI di LN, tapi juga terkait pilihan pendidikan selepas lulus SMP. 

Dulu, saat ingin lulus SMP, tidak pernah terlintas di benak saya tentang kemungkinan lanjut sekolah di SMK. Di keluarga saya pun tidak pernah ada pembicaraan tentang ini. 

Kalau ngomong jujur ​​dan ini tanpa bermaksud menyinggung siapa saja, ya. Dulu, pola pikir kami mengatakan bahwa alasan orang memilih SMK itu umumnya karena kurang mampu berkompetisi secara akademis di SMA. Makanya mereka memilih untuk melatih keahlian. 

Untuk masuk ke SMA, diperlukan kemampuan akademis yang nantinya akan menjadi bekal untuk melanjutkan ke universitas. Selalu, orientasi kami adalah kuliah. Saat itu, kami memandang SMA, bukan SMK, yang mampu mengembangkan kemampuan akademis.

Punya karir cemerlang kalau kuliah di univ favorit
Baru-baru ini, saya membaca sebuah postingan yang ramai seseorang di Threads (mungkin di X/Twitter ada juga) yang mengumpulkan. Kelak, kalau anaknya sudah besar, dia hanya mau anaknya itu kuliah di UI, ITB, atau Prasetiya Mulya kalau tidak salah ingat. 

Dia menilai hanya lulusan kampus-kampus yang berkualitas dan kariernya cemerlang di perusahaan. Ya, sah-sah saja. Tapi, semakin kemari, dalam rangka membangun prospek kerja di masa depan secara umum, mau melanjutkan kuliah, semakin ada elemen yang berlebihan-nya. Termasuk kuliah di universitas favorit.

Pertama, jalur penerimaannya semakin banyak. Ada persepsi yang melekat pada sebagian orang. Bahwa mereka yang masuknya tidak melalui jalur reguler, pasti kualitasnya diragukan. Apalagi kalau ternyata lulusan SMK, bukan SMA.

Entah itu benar atau tidak. Yang jelas, jalur ini ada karena siswa harus memberikan kontribusi lain. Misalnya uang masuk atau UKT lebih mahal.

Kedua, biaya kuliah universitas favorit, khususnya yang negeri itu, semakin mahal. Ya kan? Apalagi katanya bisa nyaingin biaya kuliah di universitas swasta. 

Ketiga, fenomena yang sudah terjadi dari dulu. Kuliahnya jurusan apa, besok keterima pekerjaan di bagian atau perusahaan apa. Misal, sarjana pertanian bekerja di bank. Apalagi kalau lulusan kejuruan sebuah SMK yang tidak terkenal.

Terakhir, banyak ilmu kuliah yang sekarang bisa diperoleh gratis di platform seperti YouTube. Ada juga platform yang berbayar tapi tentunya tidak semahal uang kuliah seperti Coursera misalnya.