Dua Kemungkinan Terkait Rumah yang Disita Bank

Ilustrasi

Jakarta, Satuju.com - Ketika pihak bank menyita rumah Anda yang mengalami kemacetan kredit, terdapat dua kemungkinan yang bisa terjadi yaitu mendapatkan uang yang tersisa dari hasil penjualan atau akan dibebankan kewajiban lagi karena hasil penjualan rumahnya tidak cukup untuk menutupi sisa pinjaman.  

Keinginan masyarakat untuk membeli rumah tanpa harus menyiapkan dana besar, kredit pemilik rumah (KPR) tentu menjadi salah satu produk perbankan yang disukai banyak orang.

Namun nasabah yang membeli rumah menggunakan KPR diwajibkan untuk membayar cicilan dengan nominal dan kurun waktu yang telah disepakati dengan pihak bank.

Apabila nasabah mengalami kredit macet dalam jangka waktu tertentu, pihak bank diminta untuk menyisihkan dan mengambil alih properti tersebut.

Ketika rumah disita akibat adanya masalah pada proses pembayaran KPR, pihak bank biasanya akan menjual atau melelang properti tersebut untuk menutup sisa pinjaman yang belum dibayar oleh nasabah.

Lalu, apakah uang yang telah gagal untuk mencicil kredit rumah sebelumnya akan kembali? Sebetulnya, hal ini akan bergantung pada kondisi dan hasil penjualan atau peletangan rumah yang dilakukan oleh pihak bank.

Apabila rumah terjual dengan harga yang lebih tinggi dari total pinjaman yang belum dibayar, maka pihak bank akan mengembalikan sisa uangnya kepada pemilik rumah.

Namun perlu diingat bahwa hasil penjualan rumah yang disita tersebut biasanya akan dipotong lagi dengan biaya-biaya lain, seperti biaya perbaikan rumah, biaya lelang, hingga biaya penalti.

Sementara itu, jika rumah dijual dengan harga yang lebih rendah dari sisa pinjaman yang belum dilunasi, pemilik rumah tidak akan menerima apa pun dari hasil penjualan tersebut.

Bahkan, pemilik rumah bisa diwajibkan lagi untuk membayar sisa pinjaman yang belum tertutupi dari penjualan rumah.

Pada dasarnya, penyertaan rumah merupakan opsi terakhir yang akan dilakukan oleh bank ketika debitur (peminjam) tidak membayar cicilan kredit dengan agunannya.

Sebelum itu, pihak bank akan mengirimkan Surat Peringatan terlebih dahulu kepada debitur setidaknya sebanyak 3 kali.

Apabila peringatan tidak dihiraukan, bank dapat melakukan proses lelang terhadap jaminan debitur, dalam hal ini adalah rumah yang dijadikan sebagai agunan.

Proses penyertaan ini merupakan prosedur yang legal dalam hukum dan telah diatur melalui Undang-Undang (UU) Nomor 4 Tahun 1996 Pasal 6 serta Pasal 20.

Secara garis besar, berikut adalah prosedur penyertaan rumah yang akan dilakukan oleh pihak bank:

1. Penyitaan Rumah (Penyitaan)

Apabila Surat Peringatan yang diberikan kepada pemilik rumah tidak segera dihiraukan, pihak bank dapat mengambil alih properti tersebut yang dijadikan sebagai jaminan oleh debitur.

Biasanya, pihak bank akan mengeksekusi agunan (jaminan) ini ketika debitur memiliki tunggakan selama lebih dari 90 hari dan tidak bisa dihubungi sama sekali.

2. Mengajukan Permohonan Lelang Jaminan Hak Tanggungan kepada Balai Lelang Swasta

Langkah berikutnya, pihak bank akan mengajukan permohonan Lelang Jaminan Hak Tanggungan kepada Balai Lelang Swasta untuk melelang rumah yang telah disita dari nasabah.

Sekadar informasi, Balai Lelang Swasta (BLS) merupakan perusahaan swasta yang menyediakan jasa pelanggan untuk berbagai aset, mulai dari perhiasan, tanah, hingga bangunan seperti rumah.

Selanjutnya, BLS akan menyampaikan permohonan tersebut kepada Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL), yaitu unit kerja pada Direktorat Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan RI.

2. Penjualan atau Pelelangan Rumah yang Disita

Setelah itu, bank dapat menjual rumah yang disita melalui pelanggan atau metode lain secara terbuka kepada publik.

Nantinya, penjualan hasil rumah ini akan diinformasikan secara transparan kepada pemilik rumah.