Pimpinan LSM Merangkap Pimpinan Media Kembali Diperiksa Tanpa Surat Panggilan Resmi

Pimpinan LSM Merangkap Pimpinan Media Kembali Diperiksa Tanpa Surat Panggilan Resmi

Jakarta, Satuju.com – Pimpinan tertinggi dari sebuah lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang dikenal aktif dalam pemberdayaan masyarakat dan penyelesaian perkara melalui mediasi non-litigasi, kembali diperiksa oleh penyidik ​​tanpa menerima surat panggilan resmi. Pemeriksaan dilakukan hanya melalui panggilan telepon pada Rabu, 4 Juni 2024.

Tokoh yang dikenal dengan julukan “satria yang berjalan tanpa jejak dan melintas tanpa bayangan” tersebut mengonfirmasi kepada wartawan bahwa ia dihubungi oleh penyidik ​​​​bernama MW untuk diperiksa sebagai tersangka. Status tersangka itu diketahui dari foto surat pengiriman yang dikirimkan melalui pengacaranya. Ia menyampaikan Perppu No. 51 Tahun 1960 terkait dugaan menghalangi penggunaan hak atas tanah berdasarkan laporan seseorang terhadap dirinya sendiri, “ZAM”.

Menurut keterangannya, lembaga yang ia pimpin menerima kuasa dari masyarakat, termasuk dari ZAM, untuk menyelesaikan permasalahan kontrak lahan dengan PT Axiata Tbk yang berlangsung sejak 2014 hingga 2024. Nilai kontrak tersebut sebesar Rp444.444.444 dan akan berakhir pada 6 November 2024. Namun, menurut ZAM, kewajiban pembayaran oleh pihak perusahaan belum diselesaikan.

Dalam menjalankan kekuasaan tersebut, lembaga melakukan pendekatan administratif dan non-litigasi, termasuk mengirimkan surat klarifikasi kepada pihak PT Axiata Tbk. Pihak perusahaan memberikan jawaban resmi pada 5 November 2024, tepat sehari sebelum kontrak berakhir.

Selain itu, lembaga juga menangani kuasa dari ZAM terkait klaim sejumlah orang yang mengaku sebagai pemilik hak atas lahan tersebut tanpa penyerahan kontrak resmi dari PT Axiata Tbk. Tim kuasa menempuh langkah administratif, seperti meminta identitas tugas dari pihak-pihak yang beraktivitas di atas lahan tersebut, guna menghindari intimidasi fisik dan menjaga keamanan aset.

Namun, beberapa orang yang mengklaim sebagai pemilik hak tetap melakukan aktivitas tanpa menunjukkan identitas resmi maupun bukti penyerahan kontrak. Mereka bahkan disebut-sebut merusak rambu larangan, membongkar pagar, dan melaporkan ZAM ke Polda Riau atas dugaan penghalangan hak atas tanah.

"Anehnya, lembaga, media publikasi, serta tim pendamping hukum yang menerima kuasa resmi dari pemilik tanah malah dijadikan tersangka. Penetapan tersangka dilakukan tanpa prosedur yang aslinya. Tidak ada surat pemanggilan, SPDP, maupun surat resmi lainnya, hanya kiriman foto dari penyidik ​​melalui pengacara kami," jelasnya.

Ia menambahkan bahwa saat ini tim hukum dari lembaga yang ia pimpin sedang membahas langkah-langkah lanjutan untuk menanggapi status tersangka tersebut.

“Kami mohon rekan-rekan media dan jurnalis mitra untuk bersabar, tidak tergesa-gesa menyimpulkan. Insya Allah, 'satria tidak pernah pulang sebelum senja',” tutupnya.