Pelesiran dan Ijazah yang Menguap: Catatan Kritis atas Kisah Jokowi
Ijazah Jokowi.(Poto/net).
Penulis: Damai Hari Lubis, Pengamat KUHP (Kebijakan Umum Hukum dan Politik)
Satuju.com - Jokowi harus hati-hati menyimpan ijazah S1 nya, jangan sampai hilang, karena merupakan barang bukti atau salah satu dari alat bukti yang sangat penting atas pengaduan TPUA (Tim Pembela Ulama & Aktivis), yang lusa Kamis, 3 Juni 2025 akan diadakan gelar perkara oleh pihak Penyidik di Bareskrim (Mabes Polri).
Hendaknya Jokowi menyimpan ijazah S-1 berikut skripsi dan skripisinya di tempat yang aman, dalam lemari di rumahnya, sebagai bentuk kehati-hatian (prinsip kehati-hatian) sehingga kedua barang bukti tersebut, sebaiknya jangan dibawa oleh Jokowi saat berlibur bersama keluarganya ke luar negeri, karena andai kedua barang bukti itu hilang di luar negeri, maka pihak penyidik bakal repot untuk menemukan kembali barang bukti objek kasus pengaduan TPUA demi untuk menggali dan mendapatkan kebenaran materiil.
Walau pun, kepastian hukum, ada investigasi dari pihak penyidik yang mudah demi mendapatkan kebenaran materil, yaitu sudah cukup dengan temuan, bahwa secara logika dan teknik pembuatan skripsi, "tidak mungkin menemukan pihak UGM bisa salah cetak atau terhadap tulisan nama Dekan pada skripsi Jokowi, Dr. Achmad Soemitro, yang seharusnya Dr. Achmad Sumitro. Ditambah dengan temuan terhadap font-nya pada sampul (cover skripsi Jokowi (1985), nyata-nyata belum ada produk jenis (software/ microsoft) komputer saat itu, sesuai dengan yang dikatakan oleh para pakar IT, jenis tersebut baru hadir pada tahun 199O.
Atau dengan kata lain, diklaim oleh pakar IT font tulisan Times New yang melalui microsoft, bahwa ijazah S1 yang menyertakan Times New Roman sebagai font bawaan di Windows 3.1. belum tercipta pada tahun 1985. Tentunya kebenaran atau ketidakbenaran Jokowi dan dekanat UGM terkait font new roman amat simpel ditemukan dan dalam waktu singkat oleh para penyidik di Markas Besar Kepolisian walaupun Ijazah Jokowi hilang, bahkan andai benar penuntutan publik melalui TPUA sewajarnya barang objek perkara tersebut (ijazah dan skripsi) memang barang bukti palsu yang harus diungkap oleh negara vide KUHAP kecuali negara memerlukan penegakan hukum historis? Bisa saja sebagai JASMERAH yang diperintahkan oleh hakim disepakati disimpan di museum (sejarah) nasional karena sebagai wujud bukti prestasi penegakan hukum oleh para penyidik dan demi manfaat hukum serta daya guna (utilitas) wujud kewaspadaan bangsa dan negara terhadap kejahatan pola penggunaan pemalsuan ijazah yang merugikan kehidupan dan kehidupan multi sektoral.
Penulisnya adalah:
1. Anggota Dewan Penasihat DPP KAI;
2. Pakar Ilmu Peran Serta Masyarakat dan Kebebasan Menyampaikan Pendapat;
3. DPP KabidHum dan HAM. KWRI;
4. Ketua Aliansi Anak Bangsa (AAB).

