Manuver Bungkam Pers Tercium di Mentok, Jurnalis Babel Tegaskan Tak Akan Tunduk
Ilustrasi.(Poto/net)
Bangka Barat, Satuju.com – Upaya membungkam kebebasan pers kembali menyeruak di Bangka Belitung. Kali ini, seorang pria yang mengaku sebagai wartawan dari salah satu media online BIN melakukan manuver mencurigakan dengan mencoba memengaruhi redaksi Berita Merdeka Online (BMO) agar menghentikan pemberitaan terkait dugaan keterlibatan oknum TNI bernama Parta dalam aktivitas penambangan timah ilegal di perairan Teluk Inggris dan Keranggan, Kecamatan Muntok, Bangka Barat, Kamis (9/7/2025).
Pria tersebut memperkenalkan dirinya sebagai Pebri, yang disebut memiliki kedekatan dengan salah satu cukong timah bernama Ajang. Dalam percakapan via telepon yang terjadi pada Selasa malam (8/7/2025), Pebri secara terang-terangan meminta redaksi BMO untuk tidak lagi menaikkan berita soal Parta, dengan dalih menjaga stabilitas situasi di lapangan.
“Intinya saya dan kawan-kawan di Mentok mau menenangkan kondisi yang memanas akibat pemberitaan ini. Kami mohon pemberitaan Parta jangan menuangkan lagi bang, kalau bisa kita kerja sama di lapangan,” ujar Pebri, sebagaimana disampaikan salah satu jurnalis BMO.
Permintaan itu tidak hanya dianggap sebagai bentuk tekanan terhadap media, tetapi juga menjadi sinyal adanya jaringan yang mencoba melindungi praktik penambangan ilegal dengan cara-cara manipulatif, termasuk menunggangi profesi wartawan untuk meredam pemberitaan.
BMO sebelumnya telah merilis berita terkait dugaan kuat keterlibatan oknum TNI bernama Parta, yang diduga menjadi koordinator pergerakan sekitar 100 ponton tambang ilegal dari Teluk Inggris ke Keranggan. Bukti tangkapan layar percakapan grup WhatsApp menunjukkan bahwa Parta aktif Mendata dan mengatur perpindahan ponton.
Saat dikonfirmasi pada Minggu malam (7/7/2025), Parta sempat berkelit. Ia mengaku hanya menjalankan perintah dari atasan yang disebut sebagai Bos Ajang, dan bukan pengontrol langsung ponton-ponton tersebut.
"100 ponton itu bukan binaan saya pribadi. Saya hanya membantu mencatat dan memindahkan sesuai perintah. Kalau dibilang punya binaan sebanyak itu, itu salah besar," katanya.
Namun, pengakuan itu berubah ketika Parta kemudian mengakui bahwa dirinya memiliki ponton pribadi yang beroperasi di wilayah Bangka Barat. Meski demikian, ia menolak disebut sebagai koordinator tambang ilegal berukuran besar.
Kasus ini semakin menyita perhatian publik bukan hanya karena keterlibatan oknum aparat, namun juga karena adanya indikasi kuatnya tekanan terhadap media untuk menghentikan pemberitaan yang mencakup penambangan ilegal.
Redaksi B
erita Merdeka Online dengan tegas menyatakan sikap: mereka akan tetap menjalankan fungsi kontrol sosial sesuai amanat Undang-Undang Pers dan Kode Etik Jurnalistik, serta tidak akan tunduk terhadap tekanan atau bentuk kerja sama yang menyimpang dari prinsip independensi media.
“Kami tidak akan berhenti menulis hanya karena diminta diam. Fungsi pers adalah mengungkap fakta, terutama jika itu menyangkut kepentingan publik dan kerusakan lingkungan akibat penambangan ilegal,” ujar salah satu pimpinan redaksi BMO.
Upaya membungkam media, apalagi dengan mengaku sebagai wartawan demi kepentingan cukong tambang, adalah bentuk nyata kepedulian terhadap profesi jurnalis dan ancaman serius terhadap demokrasi lokal.
Kini, publik menantikan sikap aparat penegak hukum: apakah akan menelusuri lebih lanjut jejaring di balik tambang ilegal dan upaya tekanan terhadap media, atau justru membiarkan kejadian yang lewat begitu saja. (RF).

