Kasus Dugaan SPPD Fiktif DPRD Provinsi Riau belum Ada Tersangkanya, Sudah Muncul Lagi? Daniel: Betul-betul "Memalukan"
Ketua DPW Pemuda LIRA, Riau Daniel Saragih, S.H.(Poto/ist).
Pekanbaru, Satuju.com - Ketua Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Pemuda Lumbung Informasi Rakyat (LIRA) menggambarkan dugaan SPPD Fiktif di Sekretariat Dewan DPRD Provinsi Riau yang diungkap oleh BPK RI Wilayah Riau dalam LHP untuk tahun anggaran 2024. Nilai temuan tersebut pun menghentak nalar publik, Rp15 Milyar uang perjalanan dinas di sekretariat DPRD Provinsi Riau yang tidak dilaksanakan.
“Jumlah yang sangat luar biasa penyelewengan dana yang dilakukan oleh para oknum itu ditengah jerit rakyat membayar pajak demi tercukupinya kebutuhan mereka dalam menjalankan kewajiban mereka sebagai pelayan rakyat,” ujar Ketua DPW Pemuda LIRA, Riau Daniel Saragih, SH kepada satuju.com. Jumat (1/8/2025).
Daniel menegaskan melakukan SPPD Fiktif sebagaimana yang tertuang dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK, merupakan perbuatan melawan hukum untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain dengan unsur melakukan penggelapan dalam jabatannya.
“Perbuatan mereka seharusnya sudah patut dipuji atas perbuatan Kejahatan Luar Biasa,” tegas Daniel.
Pernyataan tegas Ketua DPW Pemuda LIRA Provinsi Riau tersebut didasarkan bahwa Perbuatan melakukan SPPD Fiktif ini bukan yang pertama kali terjadi di Sekretariat DPRD Provinsi Riau. Yang mana sampai saat ini masih berlangsung penyelidikan yang dilakukan oleh Polda Riau terkait temuan dugaan SPPD Fiktif yang terjadi beberapa tahun belakangan ini.
“Belum lagi Polda Riau mengungkapkan tersangkanya, sudah muncul lagi temuan SPPD Fiktif di anggaran tahun 2024. Benar-benar "memalukan", ungkap Daniel dengan nada kesal.
Daniel menilai terkuaknya kehadapan masyarakat penyelewengan dana SPPD di Sekretariat Dewan yang menelan kerugian negara hingga Rp 162 Milyar tersebut tidak menjadi pelajaran berharga bagi oknum-oknum di lingkungan Sekretariat Dewan.
Untuk itu, Daniel mendesak Gubernur Riau agar segera menonaktifkan oknum-oknum PNS yang diduga terlibat melakukan SPPD Fiktif tersebut. “karena dia mempunyai kewenangan untuk menonaktifkan Seorang PNS dari jabatannya.ini merupakan bentuk tanggung jawab moral bagi Bapak Gubernur dihadapan Rakyat,” ucap Daniel.
Selanjutnya Daniel meminta kepada Inspektorat agar memberikan rekomendasi terhadap temuan BPK itu untuk melanjutkan laporan pidana kepada aparat penegak hukum.
“Jangan beri ruang lagi setelah 60 hari pasca diumumkannya LHP BPK kepada oknum oknum tersebut untuk melakukan pengembalian uang kepada negara, karena perbuatan ini bukan pertama kali terjadi di Sekwan DPRD Provinsi Riau, tampaknya dengan kasus temuan SPPD Fiktif yang saat ini sedang disidik oleh Polda Riau tidak memberi efek jera kepada mereka, jadi sangat ironi jika inspektorat Provinsi Riau memberi waktu hingga dua tahun bagi oknum-oknum yang telah menambahkan uang SPPD Fiktif tersebut, karena ini bukan tidak, tetapi kesengajaan (Niat awal)," jelas Daniel.
Daniel juga berharap kepada aparat penegak hukum (APH) untuk segera melakukan tindakan tegas melakukan penyelidikan terhadap dugaan SPPD Fiktif tersebut agar di kemudian hari perbuatan ini tidak terulang kembali. sambung Daniel, jika Polda Riau ataupun Kejaksaan Tinggi Riau tidak mampu menangani dugaan SPPD Fiktif ini, “maka demi hukum sudah sepatutnya KPK segera mengambil alih”, tutupnya. BACA JUGA INI: https://www.satuju.com/berita/11648/temuan-bpk-bongkar-drama-dugaan-kecurangan-sppd-fiktif-jilid-ii-di-drpd-provinsi-riau.html
Diberitakan sebelumnya, BPK mencatat sebanyak Rp15.614.658.034 perjalanan dinas di sekretariat DPRD Provinsi Riau yang tidak dilaksanakan. Hal tersebut diketahui berdasarkan konfirmasi kepada pihak akomodasi penginapan, maskapai penerbangan, tempat tujuan kegiatan, review dokumen pertanggungjawaban dan permintaan keterangan kepada eksekutif perjalanan dinas bahwa eksekutif senyatanya tidak melakukan perjalanan dinas, namun mengklaim pertanggungjawaban perjalanan dinas.
“Berdasarkan hasil review dokumen atas perjalanan dinas kegiatan penyerapan dan penghimpunan aspirasi masyarakat dan berdasarkan hasil rekap kegiatan diketahui bahwa pelaksana kegiatan sosialisasi rencana peraturan daerah (RANPERDA) yang terdiri dari angota dewan dan staf pendamping adalah lebih dari 100 orang.” Bunyi laporan BPK.
Dari pemeriksaan BPK diketahui ada dua modus yang dilakukan. Ternyata banyak pegawai yang tidak pernah melakukan pendampingan atau mengikuti kegiatan dan terdapat kegiatan yang dilakukan sesuai dengan Surat Perintah Tugas (SPT). Beberapa pegawai hanya menandatangani SPJ tanpa melakukan perjalanan dinas dan menerima uang sebesar Rp500.000 untuk SPJ yang ditandatangani.
Modus kedua yang dilakukan oleh oknum beberapa hanya mengantarkan surat undangan atau surat pemberitahuan kepada desa-desa terkait kegiatan yang dilaksanakan dan diberikan biaya perjalanan dinas sebesar Rp500.000 per kegiatan.
Dari lampiran LHP BPK, terlihat bahwa komponen yang tersedia dalam perjalanan dinas tersebut seperti Uang harian, transportasi, dan penginapan dengan nilai berkisar Rp.5 juta hingga Rp10 juta per kegiatannya. Sedangkan total kegiatan perjalanan dinas selama tahun 2024 sebayak 1.858 kegiatan.

