INPEST Ungkap Setoran Dana PI PT SPRH Rp38 Miliar ke Kas Daerah Tanpa RUPS

Ilustrasi Dana PI dan Ketua Umum Lembaga Independen Pembawa Suara Transparansi (INPEST), Ir. Ganda Mora, S.H., M.Si.(Poto/ist/satuju.com).

Pekanbaru, Satuju.com – Ketua Umum Lembaga Independen Pembawa Suara Transparansi (INPEST), Ir. Ganda Mora, SH, M.Si., mengungkapkan adanya kejanggalan dalam setoran dana penyertaan pemerintah daerah (PI) yang dikelola PT Sarana Pembangunan Rokan Hilir (SPRH).

Kepada satuju.com, Selasa (19/8/2025), Ganda Mora menjelaskan bahwa berdasarkan hasil audit, hanya sekitar Rp38 miliar dana dari PT SPRH yang tercatat masuk ke kas daerah pada Januari 2025. Dana tersebut merupakan bagian dari keuntungan (laba) yang dianggap berasal dari penyertaan modal daerah.

“Dana yang disetor ke kas daerah itu adalah dana PI yang dianggap sebagai laba oleh BUMD. Ironisnya, setoran dilakukan bukan melalui mekanisme Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), melainkan hanya berdasarkan surat perintah Bupati Rokan Hilir yang dibuatkan oleh Sekda pada Januari 2025,” ungkapnya.

Ganda Mora menegaskan, data tersebut bersumber dari hasil anggaran audit 2024. Padahal, dana PI yang dimaksud adalah dana tahun 2023 yang masuk ke PT SPRH pada tahun 2024. Dengan demikian, menurutnya, seharusnya dana itu disisipkan sebagai laba buku tahun 2024 dan wajib disalurkan melalui RUPS.

“Ini jelas tidak sesuai prinsip tata kelola perusahaan maupun aturan akuntansi pemerintahan. Dividen atau laba BUMD harus disetujui melalui RUPS, bukan hanya melalui surat perintah bupati,” tegas Ganda Mora.

Selain itu, berdasarkan dokumen audit, BUD (Bendahara Umum Daerah) juga sempat tidak menyetujui pencairan SP2D karena dana tersebut dinilai belum sah sebagai pendapatan kas daerah. Hal ini menimbulkan pertanyaan publik terkait transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah.

Ganda Mora menambahkan, total dana yang dikelola PT SPRH mencapai Rp488 miliar, namun yang masuk ke kas daerah hanya Rp38 miliar. “Ini membuktikan bahwa PT SPRH hanya membagikan deviden Rp38 miliar ke kas daerah, selebihnya tidak jelas peruntukannya. Dari Rp488 miliar hanya Rp38 miliar ke kas daerah, selebihnya ke mana?," ujarnya.

Ia juga menyoroti adanya sejumlah masalah lain dalam tubuh PT SPRH, mulai dari program CSR yang bermasalah, dugaan pembelian kebun fiktif, hingga pengelolaan SPBU yang juga bermasalah. “Kenapa Kejati Riau lamban dan terkesan ‘tersandera’? Sekda bisa dipanggil sebab dia yang menerbitkan surat berdasarkan nomor surat yang ada di audit.

INPEST meminta agar aparat pengawas internal maupun eksternal negara segera mendokumentasikan temuan ini, agar keuangan daerah dikelola sesuai aturan dan tidak menimbulkan potensi kerugian bagi masyarakat. BACA JUGA INI: https://www.satuju.com/berita/11548/membuka-kotak-pandora-dana-pi-diberikan-pt-phr-ke-pt-sprh-perseroda.html