Pesan Politik Jokowi di Balik Gugatan Ijazah Gibran

Ijazah Gibran. (poto/net).

Penulis: Damai Hari Lubis, Pengamat KUHP (Kebijakan Umum Hukum dsn Politik)

Satuju.com - Mungkin masyarakat hukum terlebih diluar disiplin ilmu hukum bingung membaca judul artikel, kenapa permasalahan hukum namun dikaji diluar kaca mata hukum ?

Karena andai dipandang dari anasir logika hukum, andai benar soal Ijazah Gibran adalah permasahan hukum, tentu Gibran tidak lolos menjadi pasangan Prabowo untuk maju pada pemilu pilpres 2024?

Maka, dari sudut pandang diluar kacamata hukum, terkait gugatan objek materi perkara tentang keabsahan Ijazah Gibran dimaksud, Jokowi sudah menyampaikan "pesan politiknya" secara langsung tegas dan eksplisit ke petinggi yudikatif, yakni kepada Ketua Mahkamah Agung cq Ketua Pengadilan Negeri Cc Presiden RI dan tembusan ke publik bangsa ini, isi "pesan poltik" Jokowi adalah:

1. Memerintahkan kepada Ketua Mahkamah Agung agar Ketua Pengadilan Jakarta Pusat menolak gugatan;
2. Agar Presiden Prabowo tetap harus menjaga Gibran menjabat sebagai Wapres RI sampai dengan selesai masa jabatan 2029; 
3. Agar Prabowo tetap maju kembali berpasangan dengan Gibran pada pemilu pilpres 2029.

Untuk itu, secara politik kekuasaan, apakah '(sekedar)' sosok pejabat ketua pengadilan negeri berani untuk menjatuhkan vonis "mengabulkan gugatan cacat hukum ijazah sebagai persyaratan Gibran mengikuti pemilu pilpres 2024 ? "

Oleh karenanya, publik membacanya harus dari kacamata politik realistis. Andai membaca pesannya dari sisi konstitusi negara Indonesia adalah negara hukum, tentu saja  Gibran tidak bakal menjabat wakil presiden ?

Dan publik harus menyadari bahwa "hakekat hukum sudah lama lumpuh sejak 2014 oleh sebab kejahatan politik konspirasi".

Sehingga hukum di negeri ini ralitas dibawah kendali kekuasan politik (politik kekuasaan) atau machstaat, tentu bisa dibuktikan salah satunya 'sejak Jokowi menyampaikan perintah eksplisit dengan substansial (implisit) kemarin', walau prematur, bahwa ia "sejak awal 2024" sudah menyampaikan pesan kepada Prabowo, untuk menjabat Presiden RI selama 2 (dua) periode berpasangan dengan Gibran", artinya pasangan Prabowo dan Gibran (harus) berkuasa pada masa 2024-2029 dan 2029-2034.

Dari kaca mata hukum tentu hal "perintah" ini sangat prematur. Namun bagi negara oligarkis  (machstaat) tentu hal yang lumrah.

Maka sinyal keras dari Jokowi ini telah "menyiratkan" PN Jakarta Pusat akan menolak gugatan terkait keabsahan Gibran menjadi Wapres.

Akan tetapi andai pesan Jokowi ini dianggap keliru, tentu saja ada metode pencegahannya yakni "kedaulatan ada ditangan rakyat dan Tuhan Maha Penentunya." 

https://youtu.be/UIdctFibJnI?si=7lDSw1MimxWMZjT4