Kapolri Listyo dan Krisis Loyalitas: Antara Jokowi, Prabowo dan Konstitusi

Kapolri Listyo

Damai Hari Lubis, Pengamat KUHP (Kebijakan Umum Hukum dan Politik)

Satuju.com - Masyarakat selaku sahabat polisi, dan atau sesuai koridor hukum dalam wujud implementasi "Peran Serta Masyarakat" sesuai yang dimintakan oleh sistim hukum, dapat melakukan upaya Judicial Review (JR) ke Mahkamah Agung RI jika menemukan atau mendapatkan bahwa Surat Perintah Kapolri Nomor Sprin/2749/IX/2025 tertanggal 17 September 2025 perihal Tim Reformasi Polri yang melibatkan 52 jenderal dan Kombes sebagaimana tertuang dalam Surat Perintah Kapolri tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Polri. Atau;

Demi mencegah adanya pro kontra diantara sesama anak bangsa, dan menghindari  perspektif 'minus publik adanya dualisme kepemimpinan' ditanah air. Idealnya sesuai hukum ketatanegaraan oleh sebab ada gejala 'intrik-intrik' yang berkembang dan beredar ditengah masyatakat, bahwasanya loyalitas Kapolri Listyo Sigit 'justru lebih' kepada eks presiden ke 7 dibanding kepada Prabowo, sehingga implikasi politiknya bisa menimbulkan kesan adanya 'sabotase kepemimpinan' atau pembangkangan oleh Kapolri kepada Presiden RI ke 8 Prabowo Subianto.

Oleh karenanya demi mencegah dampak 'asumsi liar' yang tendensi tak berimbang ditengah kehidupan sosial, sehingga beresiko mengganggu stabilitas keamanan dan ketahanan di tanah air, yang bisa juga dibumbui aksi propokasi dari para oknum yang tidak jelas, terlebih andai surat perintah Kapolri Nomor Sprin/2749/IX/2025 ternyata kontradiktif, baik dari sisi agenda materi surat penunjukan presiden maupun perbedaan daripada nama-nama petinggi polri yang direkomendasi Presiden RI yang sepengetahuan publik diantara rekomendasi presiden terdapat nama Komjen (Purn) Ahmad Dofiri sebagai Penasehat Khusus Bidang Reformasi Polri, serta tentunya bakal tersusun nama-nama Anggota Tim Reformasi Polri.

Oleh karena sesuai 'informasi' dari Menko Kumham, bahwa "Presiden Prabowo akan membentuk Tim Reformasi Polri pada akhir September 2025".  Maka solusi Presiden RI sah untuk membuat langkah diskresi administratif politik dan atau menggunakan hak prerogatif terhadap sinyal problematika "(dualisme)" yang ada:

1. Memerintahkan Kapolri Listyo Sigit agar mencabut Surat Perintah Nomor Sprin/2749/IX/2025, atau;

2. Memberhentikan Kapolri Listyo dan memerintahkan penggantinya untuk mencabut Surat Perintah Kapolri Nomor Sprin/2749/IX/2025.

Dan terkait sosok Listyo sebagai Kapolri, dimata publik memang banyak terdapat sisi kegagalan dibanding tingkat keberhasilannya diantaranya gagal dalam membentuk jiwa dan mentalitas presisi yang Ia canangkan, terlebih dikaitkan dengan Sumpah dan Janji Anggota Polri yang berikrar sesuai agama mereka masing masing, yaitu menyatakan kesanggupan untuk menaati peraturan, mengutamakan kepentingan masyarakat, bangsa, dan negara di atas kepentingan pribadi, menjaga kehormatan negara dan institusi Polri serta bekerja dengan jujur, disiplin, dan bertanggung jawab.

Track record perihal kepepimpinan Polri dibawah Listyo Sigit realitas jeblog, memang cebderung dimata umumnya para aktivis dan masyarakat pemerhati penegakan hukum oleh Polri, tidak berkesesuaian dengan sumpah atau ikrar saat pelantikan jabatan, hal ini nampak dari perilaku para bawahan (Listyo) diberbagai levelitas (pangkat dan jabatan) dari mulai anggota berpangkat terendah didapati terlibat berbagai tindak kriminal, dari mulai (backing) judi, pemerasan, perkosaan, peredaran (berbagai) jenis narkoba, bahkan menjadi bandar sabu, sampai dengan tindak pembunuhan. Termasuk faktual Irjen Sambo otak pelaku pembunuhan berencana (moord) dirumah dinas negara terhadap ajudannya sendiri Nofriansyah Yosua Hutabarat.

Selebihnya Listyo selaku Kapolri sejak Januari 2020 teridentifikasi wan prestasi memenuhi tuntutan serius masyarakat untuk mengusut tuntas dan berkepastian hukum terhadap tragedi kematian (894 orang) petugas KPPS saat agenda pemilu 2019 dan peristiwa hilangnya ratusan nyawa di stadion Kanjuruhan Malang, dan tidak berkejelasan mengungkap dalang (oknum petinggi polri selaku pemberi tugas yang secara hukum dapat diduga (turut serta/ deelneming) sebagai penganjur (uitlokker) terhadap moord (extrajudicial killing) di KM. 50 Tol Cikampek (Desember 2020) dan termasuk tidak berkejelasan sampai saat ini hal perkembangan laporan Kelompok TPUA melalui DUMAS terkait hasil uji labkrim forensik digital Mabes Polri terhadap Ijazah S-1 milik Jokowi dari Fakultas Kehutanan UGM yang diduga palsu. Termasuk beberapa laporan TPUA dan KORLABI (Polda Metro Jaya) terhadap Anwar Usman (2023) terkait Gibran dan Laporan terhadap Luhut Binsar (Mabes Polri) terkait 110 Juta (Big Data 2023) Jo. 'wacana' Jokowi presiden 3 periode yang menimbukan korban dan kegaduhan luar biasa (aks-aksi demo, penganiayaan dan korban nyawa) yang nyata hingga saat ini Pelapor belum pernah mendapatkan SP2HP Penyelidikan (Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan). Padahal tugas polri (Listyo) dari sisi prinsip hukum pidana adalah premium remedium dan ultimum remedium, atau yang pertama dan obat terakhir 

Dan kenyataan, Reskrimum Polda metro Jaya dibawah pertanggungjawaban Listyo amat sigap mengeluarkan SPDP terhadap laporan Jokowi (30 April 2025) dan Jokowi lovers, hasilnya 13 sosok Terlapor, walau substansial unqualified (tidak berkualitas hukum) dan inequality (pilih tebang), berikut juga didapati temuan beberapa proses hukum yang stagnasi (dipeti es kan) atau menguap tidak jelas, sehingga faktor penegakan hukum oleh Polri dibawah komando Listyo suram dan tidak berkepastian dan jauh dari keadilan.