Halimah Munawir: Keluar Masuk Sekolah Berikan Motivasi Siswa untuk "Melek Sastra"
Halimah Munawir, Ketua OBOR SASTRA yang belakangan ini keluar masuk sekolah untuk.memberi motivasi agar siswa dan siswi melek sastra.Tampak Halimah sedang menyerahkan karya novelnya PADMI kepada seorang siswi supaya punya semangat tinggi dalam proses kreatif menulis karya sastra.(poto/Kir/Lasman).
Jakarta, Satuju.com - Karya sastra di depannya diharapkan bisa lebih besar lagi untuk bisa masuk ke sekolah - sekolah baik itu tingkat SD, SMP atau SMA.
Khususnya melalui proses kreatif siswa dalam menulis dan membaca karya puisi baik dalam kurikulum pelajaran bahasa Indonesia atau aktivitas ekstrakurikuler untuk seni & sastra.
“Seperti yang sudah sering kami lakukan melalui kegiatan komunitas sastra OBOR SASTRA yang saya pimpin.Keluar masuk sekolah untuk memberi motivasi agar. Siswa dan siswi dapat 'melek' terhadap karya sastra,” ujar Halimah Munawir, Penyair, Novelis, dan Penulis Perempuan Indonesia di Jakarta, Kamis pagi (2/10/2025).
Ket. Poto : Penyair Halimah Munawir baru-baru ini sedang baca puisi guna menarik minat siswa dan siswi di SMAN 31 Jakarta dalam mengembangkan.minat terhadap karya sastra terutama untuk kalangan.Gen Z. (Kir/Lasman).
Sebelumnya pada wawancara secara tertulis (Rabu, 1/10/2025), Halimah Munawir -seorang pengusaha yang tetap konsisten dan peduli pada sastra - mengatakan bahwa sastra Indonesia memiliki dunianya sendiri dan tak hengkang dari zaman.
“Sastra tetap tumbuh subur dalam kondisi apa pun, di bagian bumi nusantara,” tegasnya penuh semangat.
Halimah Munawir, sering diundang membaca puisi- khususnya di Pusat Dokumentasi Sastra (PDS) HB. Jassin di TIM Jakarta, mengatakan lagi sastra tak mati, ini dapat dilihat di beberapa daerah banyak gambar sastra "berunjuk rasa" yang bersifat internasional.
"Saya rasa puisi masih bisa diminati para pejabat pemerintahan dan kaum gen-z. Coba lihat akun tik tok milik Penyair Rini Intama, banyak juga pengikutnya dari kaum gen-z yang interaktif," jelasnya.
Kalau pejabat-apakah mereka masih sempat membaca puisi- memang kita para penyair dan penggiat sastra harus terus berjuang dan melobi mereka untuk dapat membaca karya puisi.
“Karena dari mereka hanya sebagian kecil saja yang mau dibaca. Bisa dihitung dengan jari tangan,” selanya.
Menjawab pertanyaan apakah karya puisi yang ditulis para penyair masih bisa 'kritisi' pada berbagai persoalan politik, ekonomi, sosial, yang terjadi akhir-akhir ini di tanah air?
Halimah mengatakan justru melalui karya puisi dapat menjadi sebuah kritik sosial untuk suatu perubahan.
“Ini merupakan 'PR' tersendiri, buat para penyair untuk terus menyuarakan kritik sosial melalui karya puisi,” tegasnya.
Dikatakan lagi kalau boleh jujur - puisi bisa didengar masyarakat - ada baiknya membaca puisi tidak hanya dilakukan di ruang tertutup saja karena biasanya hanya kalangan penyair saja yang menonton.
"Ini jeruk makan jeruk ha..ha..haa.. saya sendiri lebih suka membaca puisi yang dilakukan di ruang publik terbuka karena langsung bisa didengar serta dinikmati masyarakat luas khususnya warga non sastra. Jadi sekaligus memasyarakatkan kalau karya sastra itu sendiri.
Bahkan perlu karya sastra bisa masuk ke kafe kafe juga sekolah-sekolah hal mana agar ada regenerasi seperti yang sudah dilakukan oleh Obor Sastra," kilahnya.
Tentang kelanjutan dari angkatan sastra-setelah angkatan tahun 70-an-seperti yang dilontarkan Octavianus Masheka, Ketua Taman Inspirasi Sastra Indonesia (TISI) kepada Penyair Pulo Lasman Simanjuntak setelah acara peluncuran dan diskusi sastra buku antologi puisi bersama Republik Puitik dan Manifesto Jabodetabek bertemakan "Penyair Membaca 80 Tahun Indonesia Merdeka" berlangsung di Aula PDS. HB. Jassin, TIM Jakarta, Minggu kemarin (28/9/2025).
"Itu sangat perlu. Kita para penyair itu 'kan juga pelaku sejarah. Saya setuju sekali jika Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) kembali memetakan angkatan sastra. Ayo semangat teman - teman DKJ kita buat pemetaan angkatan laut," pintanya.
Lalu tentang proses kreatif menulis seorang penyair, ia mengatakan sebuah karya, tanpa adanya proses kreatif, bagai sayur tanpa garam.
"Kita 'kan kalau membaca puisi karya sendiri akan lebih menjiwai. Jadi menurut saya proses kreatif menulis perlu untuk mengembangkan imajinasi yang ada. Minimal ikut serta dalam buku kumpulan puisi bersama para penyair lainnya, masuk komunitas sastra itu lebih baik," tutupnya.
Halimah Munawir, mulai menulis buku pada tahun 1988 berjudul “Sukses Kisah Nilasari”.
Selanjutnya pada tahun 2011 menerbitkan novel yang berjudul The Sinden (penerbit Gramedia). Selanjutnya masih dengan penerbit Gramedia muncul novelnya berjudul Kidung Volendam, Sucinya Cinta Sungai Gangga dan Sahabat langit.
Pada tahun 2023 Halimah Munawir menelorkan kembali novelnya berjudul PADMI terbitan Balai Pustaka, dan tahun 2024 masih dengan Balai Pustaka terbit novel Kalingga, Pada Padang Lavender.
Selain itu pula ikut menulis dalam sejumlah buku antologi puisi bersama para penyair di seluruh Indonesia. Karya puisi - wanita kelahiran Cirebon, 18 Januari 1964 ini- diterbitkan dalam buku antologi puisi tunggal AKAR berisi 56 puisi pilihan (Y.Aksi-2020), antologi puisi sehimpun puisi bilingual BAYANG FIRDAUS (Diomedia-2021) Titik Nadir (TARESIA - 2025) yang merupakan genre puisi religi.
Karya puisi dan cerpennya juga telah dimuat (dipublish) di website cakradunia.co dan sastra semesta.
Wanita yang ramah dan supel ini adalah pemilik dan pencetus "Rumah Budaya HMA", Ketua Umum Yayasan Ajang Kreativitas Anak dan Seni Indonesia, Yayasan Al-Hidayah Pondok Melati, Ketua Komunitas Obor Sastra.
Sehari-harinya adalah seorang pengusaha yaitu Komisaris PT.Dian Rimalma Pratama, serta Direktur Utama PT. Akasia Wanaja Mulya.
Halimah selain menjadi anggota Kadin, juga Wakil Ketua Umum II IWAPI.
Kontributor : Lasman Simanjuntak

