Di Balik Pertemuan Jokowi–Prabowo: Ancaman, Lobi dan Bayangan Ijazah Remang

Ilustrasi.(Poto/net)

Penulis: Damai Hari Lubis, Pengamat KUHP (Kebijakan Umum Hukum dan Politik)

Satuju.com - Jokowi pasca disambangi Ustad Abu Bakar Baasyir (U ABB) tak terlalu lama langsung sambangi Presiden Prabowo, yang biasanya sebaliknya, sambil menunjukkan 'poweritas' dirinya kehadapan publik. Maka ada apa?

Kemungkinan besar Jokowi melobi agar mempertahankan Listyo Sigit sang pelindungnya selama ini, atau paling tidak jika memang harus diganti dia menawarkan penggantinya yang sudah "terkena jerat leher?"

Karena Kapolri adalah jabatan penting dan tameng prioritas yang bisa menjamin keselamatan dirinya dan keluarganya serta kroninya yang kronis dan promosi jabatan 

Terlebih saat ini Listyo yang nota bene masih menjabat, ternyata tak mampu menterangkakan para aktivis penuduh dirinya pengguna ijazah palsu. Sebaliknya 'sekedar' Polres sudah berani menyita objek perkara (ijazah S-1nya) yang dia "paksakan asli". 

Lalu adakah info lain yang meresahkan dirinya dari U ABB sosok tokoh ulama istiqomah, yang ditangkap pada tanggal 9 Agustus 2010 oleh tim anti teror Mabes Polri, saat Jokowi menjadi Walikota Surakarta.

Atau kah gejala gejala wara wiri Jokowi hanya sekedar klarifikasi atas peristiwa pembatalan presiden terhadap tim reformasi dan transformasi Polri bentukan Listyo, karena 'isu' yang berkembang menengarai bahwa Listyo ada benang merah 'cawe cawe' dirinya, sehingga isu cawe cawe tersebut perlu diluruskan, "dengan metode ala dirinya, yang tak asing lagi dan ampuh, yaitu metode teori terbalik"

Karena Jokowi memahami jika Ia sudah dianggap lawan oleh Prabowo, karena memposisikan dirinya layaknya matahari kembar dalam pemerintahan KMP tentu nasibnya bagai telur di ujung tanduk, termasuk anaknya yang sudah Ia timang timang bakal RI-1 pengganti.

Maka mau tak mau Ia terpaksa mengalah datang ke Kertanegara, karena fakta nyata, diri dan keluarganya kini semakin terancam.

Tapi entahlah apa yang dimaksud dengan Jokowi menghadap Presiden, namun diskursus politiknya diprediksi ('intuitif') berdasarkan rekam jejak melulu tendensius demi kepentingan dan keselamatan dirinya, hartanya dan keluarganya serta jabatan bayinya yang semakin hari semakin goyah dan terjepit, terlebih Gibran publis menyampaikan hal yang sama dengan dirinya, terkait ijazah 'remang remang".

Pastinya Presiden Prabowo lebih paham karakter Jokowi, namun tak keliru jika publik hanya mengingatkan Presiden Prabowo untuk ekstra hati hati (prinsip kehati-hatian) agar tidak terkecoh, karena apa yang diucapkan Jokowi mirip pepatah 'telunjuk menunjuk kelingking mengkait'.