Netizen Riau Kritik Dana APBD “Ngendap” di Bank: Zholim!

Ilustrasi. (poto/net).

Pekanbaru, Satuju.com — Praktik penempatan dana APBD di bank daerah kembali menjadi sorotan setelah Sekretaris Daerah Provinsi (Sekdaprov) Riau, Syahrial Abdi, mengakui sebagian kas daerah sempat ditempatkan dalam bentuk simpanan di bank. Hal ini terjadi setelah rapat koordinasi Menteri Keuangan, Purbaya Yudhi Sadewa, dengan Menteri Dalam Negeri dan sejumlah kepala daerah mengenai praktik serupa di tingkat nasional.

Meski Riau tidak disebut secara spesifik dalam rapat, Syahrial Abdi menegaskan bahwa langkah tersebut merupakan bagian dari manajemen kas daerah untuk menjaga stabilitas keuangan. Benar, kami memang menempatkan sebagian dana APBD di bank, dan bunganya juga masuk ke dalam Pendapatan Asli Daerah (PAD) lain-lain.Jadi tidak lari ke oknum, katanya kepada GoRiau.com, Selasa (21/10/2025).

Sekda Riau menambahkan, Pemprov akan melakukan pembenahan besar terkait sistem transparansi fiskal. “Ke depan kami akan lebih terbuka. Masyarakat berhak mengetahui berapa jumlah kas daerah yang disimpan. Ini uang publik, dan publik berhak mengawasi,” tegasnya. Ia juga mengingatkan bahwa prinsip keterbukaan ini pernah diterapkan pada tahun 2017 melalui tampilan digital yang saldo menampilkan kas daerah secara real-time di kantor BPKAD Riau.

Namun pengakuan tersebut memicu reaksi keras dari netizen Riau. Banyak warganet menilai tindakan ini merugikan masyarakat, terutama honorer, pelajar, pegawai, dan pihak vendor yang menunggu pembayaran.

"Zholim! Padahal katanya defisit, ternyata ada dana yang mengendap. Modus ini sudah lama dilakukan, makanya sering terjadi keterlambatan pembayaran gaji honorer, tunjangan, beasiswa, dan proyek," tulis salah satu akun.

Sejumlah netizen juga menyoroti pola keterlambatan yang dianggap disengaja. “Kalau kita jeli, keterlambatan biasanya rata-rata tiga bulan, artinya uang ini memang dimasukkan ke deposito berjangka tiga bulan terlebih dahulu baru terungkap,” komentar warganet lainnya.

Bagi masyarakat yang terdampak, praktik ini menimbulkan beban tambahan. "Bagi pejabat mungkin hal biasa, tapi bagi honorer dan vendor itu biaya, karena harus meminjam dan membayar bunga. Inilah yang disebut kehidupan jahanam, hidup dari hasil rente," keluh netizen.

Pernyataan Syahrial Abdi dan tanggapan masyarakat ini menekankan pentingnya keterbukaan dan transparansi dalam pengelolaan keuangan daerah. Netizen berharap, pengawasan publik bisa mencegah praktik serupa di masa mendatang dan memastikan dana APBD benar-benar digunakan untuk kepentingan rakyat.