Transparansi yang Tertutup: KPK dan Dilema Keterbukaan dalam Kasus Whoosh
Ilustrasi.(Poto/net)
Penulis: Damai Hari Lubis, Pengamat KUHP (Kebijakan Umum Hukum dan Politik)
Satuju.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merahasiakan beberapa pihak yang diperiksa dalam dugaan rasuah proyek kereta cepat atau Whoosh. Alasannya, "kasus ini masih dalam tahap penyelidikan sehingga nama pihak yang diperiksa belum dapat diungkapkan oleh lembaga antirasuah."
Semestinya KPK sudah 'ngelotok' (piawai) terkait tehnis beracara bahwa Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) tidak ada eksplisit yang agamanya penyidik menyampaikan informasi pada tingkat penyelidikan (klarifikasi dan atau investigasi) terhadap nama bakal terperiksa.
Dan pastinya Pihak Penyidik KPK tidak pengecualian harus tunduk pada asas keterbukaan yang terdapat di antara asas-asas good governance yang berlaku terhadap pejabat publik atau penyelenggara negara dan terutama asas transparansi justru merupakan perintah sesuai KUHAP, UU. Polri dan UU. Tentang KPK Jo. UU. Tentang TIPIKOR. Maka karena hukum, setidaknya KPK cukup memberikan inisial para oknum yang sedang dalam status lidik (penyelidikan), selain dan karena hukum penerapan 'pola transparansi' KPK terhadap adanya dugaan korupsi yang dilakukan oleh aparar penyelenggara negara, tidak bertentangan dengan UU. Tentang Perlindungan Data Pribadi maupun UU. Tentang Keterbukaan Informasi Publik, tekecuali terhadap informasi yang "bersinggungan dengan rehasia dibidang petahanan negara."
Selain itu, terhadap yang berhubungan dengan informasi kasus whoosh nyata sudah booming dan santer ditelinga publik, bahkan sinyal kuat adanya aroma korupsi di PSN kereta api cepat (woosh) bertambah akibat pernyataan (implisit) yang publis datang dari Purbaya (Menkeu), termasuk komentar dari Mahfud MD figur Menkopolhukam bekas pembantu setia Jokowi, lalu deras beredar di beberapa artikel.
Sehingga ulah (Penyidik) KPK yang tidak bercerminkan aturan, justru melahirkan banyak tanda tanya publik. Kenapa KPK menyembunyikan nama atau sekadar inisial?
Andaipun sikap KPK ini didasari 'prinsip kehati-hatian'. Tentu KPK paham betul tentang orang yang dalam status 'lidik dan dik' sesuai asas praduga tak bersalah (KUHAP) adalah bukan orang yang sudah patut dinyatakan bersalah? Bahkan andaipun kasus whoosh ini sudah berjalan pada tahap perdamaian, maka terhadap diri Terdakwa meski belum bisa di judge berdosa.
Sementara ulah KPK menurut masyarakat diibaratkan meniru "tebak buah manggis" tentang orang dan jumlah orang yang masuk daftar panggilan namun dirahasiakan oleh KPK dengan menggunakan "metode ketertetutupan publik."
Maka publik banyak yang menggambarkan sosok sosok yang bakal dipanggil olrh KPK adalah Jokowi, Luhut, Sri Mulyani dan Erick Thohir, lalu dalam konstitusi dengan kelembagaan, publik memprediksi para oknum lainya yang bakal diinterogasi KPK adalah para petinggi di tubuh Polri, Kejaksaan, BPK, BPKP, Ketua KPK dan Kemensetneg serta mengarah ke Senayan.

