Kritik Tajam Ketua INPEST Terkait OTT di Riau: Gajah Dibiarkan, Kancil Dikejar

Ilustrasi Dana PI PT SPRH dan Gubri Abdul Wahid.

Pekanbaru, Satuju.com — Ketua Umum Independen Pembawa Suara Transparansi (INPEST), Ir. Ganda Mora, SH, M.Si, kembali menyoroti tajam ketimpangan penegakan hukum di Riau. Ia membandingkan kecepatan langkah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam menangani kasus Operasi Tangkap Tangan (OTT) Gubernur Riau Abdul Wahid senilai Rp1,6 miliar dengan lambannya penanganan kasus dugaan korupsi Dana Participating Interest (PI) Rokan Hilir yang nilainya mencapai Rp551 miliar.

“Kita bandingkan temuan OTT KPK Rp1,6 miliar dengan dugaan korupsi PI Rokan Hilir Rp551 miliar — ibarat gajah dilepas, kancil dikejar,” ujar Ganda Mora dalam keterangan persnya di Pekanbaru, Kamis (7/11/2025).

Menurut Ganda, aparat penegak hukum seharusnya memberi perhatian proporsional terhadap besaran kerugian negara dan dampak sosial yang ditimbulkan. Ia menilai, penanganan kasus PI Rokan Hilir oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau berjalan lamban dan terkesan diulur, meskipun kasus ini sudah naik ke tahap penyidikan sejak 11 Juni 2025.

“Sudah lima bulan berlalu, tapi baru satu orang yang ditahan. Padahal indikasi keterlibatan pihak lain sangat kuat,” tegas Ganda Mora.

Kasus dugaan korupsi dana PI Rokan Hilir bermula dari penyimpangan penggunaan dana sebesar Rp551 miliar yang diterima PT Sarana Pembangunan Rokan Hilir (SPRH) dari PT Pertamina Hulu Rokan (PHR). Dana yang seharusnya dialokasikan untuk kesejahteraan masyarakat Rokan Hilir ini diduga diselewengkan untuk kepentingan pribadi sejumlah pihak, sehingga menimbulkan kerugian besar bagi publik.

Sementara itu, KPK dalam waktu hampir bersamaan mengumumkan OTT terhadap Gubernur Riau Abdul Wahid dan sejumlah pejabat Pemprov Riau, dengan barang bukti uang tunai senilai Rp1,6 miliar dalam berbagai mata uang. Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, menyatakan uang tersebut bukan penyerahan pertama dan diduga bagian dari praktik pemerasan di Dinas PUPR-PKPP Riau.

Ganda Mora menekankan, meski OTT KPK adalah langkah positif, penegakan hukum yang terkesan tebang pilih akan merusak kredibilitas institusi penegak hukum.

“Publik tentu mendukung OTT Gubernur Riau. Tapi jangan sampai penegakan hukum kita seperti pertunjukan—yang kecil diangkat, yang besar disimpan,” sindirnya tajam.

Menurut Ganda, ketimpangan ini dapat menimbulkan persepsi negatif di masyarakat, seolah penegakan hukum lebih mengutamakan kepentingan tertentu dan mengabaikan kasus yang berdampak lebih besar. Ia mendesak Kejati Riau untuk segera menuntaskan penyidikan kasus PI Rokan Hilir secara terbuka dan transparan.

“Kalau Rp1,6 miliar bisa diungkap dalam hitungan hari, mengapa Rp551 miliar sudah berbulan-bulan tanpa kejelasan? Ini soal keberanian, komitmen, dan integritas penegak hukum,” tegas Ganda Mora.

Ganda juga menyoroti implikasi sosial dari lambannya penegakan hukum terhadap kasus besar. Ia mengingatkan bahwa kepercayaan publik terhadap aparat hukum sangat bergantung pada kesan keadilan yang dirasakan, bukan hanya pada berita OTT yang menarik perhatian media.

“Negara dan rakyat tidak bisa menunggu lama hanya untuk melihat kasus besar diselesaikan. Kalau ketimpangan seperti ini terus berlanjut, publik akan kehilangan kepercayaan terhadap institusi hukum kita,” pungkas Ganda Mora.

Dengan nada kritis, Ketua INPEST menegaskan bahwa keberanian menegakkan hukum tidak boleh pandang bulu, dan kasus kecil maupun besar harus diperlakukan secara setara demi keadilan dan kredibilitas penegak hukum di mata masyarakat.