Menjadi Tamu di Negeri Sendiri: Anak Muda Riau Berebut Pekerjaan di Tanah Kelahiran

Ilustrasi. (poto/net).

Pekanbaru, Satuju.com – Provinsi Riau dikenal sebagai salah satu daerah terkaya di Sumatera, dengan sumber daya alam melimpah mulai dari minyak bumi, gas, perkebunan sawit, industri kertas, hingga perdagangan yang terus berkembang. Namun ironisnya, kekayaan ini tidak sejalan dengan kesempatan kerja bagi generasi mudanya. Banyak anak muda Riau justru menganggur, tersisih, dan kesulitan mendapatkan pekerjaan layak di tanah kelahirannya sendiri.

Fenomena ini bukan sekadar keluhan personal. Mulai dari lulusan SMA hingga sarjana, banyak yang terpaksa mencari pekerjaan di luar provinsi atau bekerja di bawah kualifikasi karena industri di Riau lebih sering mempekerjakan tenaga kerja dari luar daerah.

Ketua Forum Pemred (FPR) Riau, Rahmat Handayani, menyoroti masalah struktural ini. Menurutnya, perusahaan besar di Riau, baik nasional maupun multinasional, lebih sering menggunakan tenaga kerja dari luar Riau karena jaringan rekrutmen mereka sudah terbangun di luar daerah, vendor outsourcing berbasis di luar provinsi, dan anggapan bahwa tenaga kerja dari luar lebih “terlatih”.

“Banyak perusahaan di Riau memakai tenaga kerja dari luar. Dan selama pemerintah daerah tidak memperketat aturan, anak-anak muda lokal akan terus kalah di rumahnya sendiri,” tegas Rahmat.

Pertumbuhan ekonomi Riau, khususnya di sektor industri pengolahan dan perkebunan, memang positif. Namun ekspansi industri itu tidak sejalan dengan kesempatan kerja bagi tenaga lokal. Akibatnya, berbagai masalah sosial muncul, termasuk meningkatnya pengangguran usia muda, urbanisasi ke Pulau Jawa, dan banyak pemuda bekerja tidak sesuai passion atau kemampuan. Hal ini juga menimbulkan ketimpangan distribusi kesejahteraan: industri untung, masyarakat lokal tak kecipratan.

Rahmat menekankan bahwa narasi “anak lokal tidak kompeten” hanyalah stereotip yang harus diluruskan. Menurutnya, peningkatan kompetensi harus menjadi tanggung jawab bersama: pemerintah daerah memperkuat regulasi, dunia usaha ikut membina SDM lokal, dan anak muda sendiri meningkatkan keterampilan.

Di banyak daerah di Indonesia, pemerintah daerah menetapkan minimal 60–70% tenaga kerja lokal untuk industri. Namun di Riau, regulasi semacam ini longgar dan pengawasannya lemah. Akibatnya, perusahaan bebas merekrut pekerja dari luar tanpa laporan terbuka mengenai kontribusi mereka terhadap SDM lokal.

Solusi Strategis untuk Anak Negeri

Ahli ketenagakerjaan menyarankan beberapa langkah strategis:

1. Pembentukan Perda Ketenagakerjaan Lokal yang lebih tegas dan mengikat.

2. Audit tenaga kerja secara berkala pada setiap perusahaan besar.

3. Program pelatihan vokasi dan sertifikasi berbasis kebutuhan industri.

4. Wajib magang bagi mahasiswa dan lulusan baru di perusahaan Riau.

5. Kolaborasi kampus, industri, dan pemerintah secara sistematis.

6. Akses pelatihan murah atau gratis bagi pemuda Riau.

Persoalan sulitnya anak Riau mendapatkan pekerjaan bukan kesalahan satu pihak saja, melainkan sistem yang belum cukup adil. Industrialiasi di Riau seharusnya tidak hanya menguntungkan perusahaan, tetapi juga mengangkat martabat masyarakat lokal. Jika tidak, generasi muda Riau hanya akan menjadi penonton di negeri yang kaya oleh sumber daya leluhur mereka.