Ketegangan China-Jepang: Turis dan Saham Ritel Terimbas Pernyataan PM Takaichi

Ilustrasi. (poto/net).

Jakarta, Satuju.com - Beberapa waktu terakhir, hubungan China dan Jepang memanas usai Perdana Menteri Sanae Takaichi mengeluarkan pernyataan yang dianggap provokatif soal Taiwan.

Pada awal November lalu di hadapan parlemen, Takaichi mengatakan serangan bersenjata terhadap Taiwan bisa jadi dasar Jepang mengerahkan pasukan sebagai bagian konsep pertahanan kolektif.

Kementerian Luar Negeri China kemudian mendesak Takaichi menarik pernyataan dia. Konsul Jenderal China di Osaka Xue Jian murka hingga mengunggah pernyataan bernada ancaman untuk PM Jepang ini di media sosial.

Takaichi enggan menarik pernyataan itu. Hubungan kedua negara pun kian memanas. China sampai-sampai melarang penerbangan ke Jepang dan melarang warga menonton anime.

Turis China merupakan pengunjung terbanyak di Jepang. Jika ketegangan kian panas, apa yang akan terjadi selanjutnya?

China berulang kali menegaskan Takaichi untuk mencabut pernyataan yang dianggap provokatif, mengikis fondasi hubungan kedua negara, hingga memicu kemarahan publik.

"Jika Jepang menolak untuk mencabutnya atau bahkan terus menempuh jalan yang salah, China harus mengambil tindakan balasan yang tegas dan keras, dan segala konsekuensi yang timbul akan ditanggung Jepang," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Mao Ning, saat konferensi pers pada Rabu (19/11).

Namun, Mao Ning tak menjelaskan lebih rinci tindakan tegas apa yang bakal diambil.

Menurut analisis The Guardian, risiko konflik meningkat juga bisa terjadi. Para pakar menilai ada peningkatan aktivitas di wilayah sengketa seperti Kepulauan Senkaku dan Zona Identifikasi Pertahanan Udara (ADIZ) Taiwan. Ini meningkatkan risiko yang bisa berkembang jadi permusuhan.

Dalam jangka pendek, perselisihan ini kemungkinan besar akan berdampak ke hubungan ekonomi bilateral dan hubungan people to people China-Jepang.

Peringatan China menghindari perjalanan ke Jepang menyebabkan saham-saham ritel dan pariwisata Jepang anjlok.

Pada Mei 2024, lebih dari 120.000 pelajar China di Jepang. Selain itu, lebih dari 1,67 juta warga Negeri Tirai Bambu mengunjungi Negeri Sakura dalam delapan bulan pertama di tahun ini.

Ekonom eksekutif di Nomura Research Institute, Takahide Kiuchi, memperkirakan peringatan perjalanan terbaru China bisa memicu kerugian ekonomi sebesar ¥2,2 triliun atau sekitar Rp234 triliun bagi Jepang.

Ekonomi kian terdampak usai China menunda perilisan dua anime Jepang dengan alasan "sentimen penonton" ke pemerintahan Takaichi.

Serangkaian tindakan China tak membuat Takaichi gentar. Dia masih kukuh dengan sikapnya. Namun, beberapa sumber mengatakan utusan tingkat tinggi pemerintahan yang berbasis di Tokyo sedang dalam perjalanan ke Beijing untuk menenangkan situasi.