Perpusnas Terbitkan Buku “Suntingan Teks Kakawin Lambang Pralambang”, Kajian Filologi Jawa Kuna-Bali Karya Naufal Anggito Yudhistira
Buku “Suntingan Teks Kakawin Lambang Pralambang”
Jakarta, Satuju.com — Perpusnas Press menerbitkan buku berjudul “Suntingan Teks Kakawin Lambang Pralambang” karya peneliti muda, Naufal Anggito Yudhistira, pada tahun 2023. Buku ini merupakan salah satu hasil penelitian filologi yang masuk dalam program hibah penerbitan naskah kuno oleh Perpustakaan Nasional Republik Indonesia.
Karya tersebut berangkat dari penelitian tugas akhir Naufal saat menempuh studi di Program Studi Sastra Daerah (Sastra Jawa) Universitas Indonesia, dengan beberapa penyesuaian untuk proses penerbitan. Sebelumnya, Naufal juga telah menulis dua buku lain, yakni “Serat Panji Pudhak Lelana” (2021) serta “Di Balik Makna 99 Desain Batik”.
Metode Filologis dan Kontribusi Akademis
Dalam keterangan pers tertulis di Jakarta, Kamis pagi (4/12/2025), Naufal menjelaskan bahwa buku ini dapat menjadi rujukan penting dalam kajian kesusastraan Jawa Kuna-Bali.
“Dari segi penggarapan filologis, teks Kakawin Lambang Palambang disajikan dengan metode naskah tunggal dalam bentuk suntingan teks edisi kritis,” ujar Naufal.
Ia menambahkan bahwa buku tersebut juga dilengkapi terjemahan bebas berbasis kemaknawian untuk membantu pembaca memahami isi kakawin secara lebih utuh.
Naufal, yang lahir di Jakarta pada 9 September 1999, telah lama tertarik pada kebudayaan Jawa dan berbagai bentuk kesenian. Ia menyelesaikan pendidikan S1 Sastra Jawa UI pada 2021 dan S2 Ilmu Susastra (peminatan Filologi) UI. Saat ini, ia tengah melanjutkan penelitian untuk program doktoral.
Naskah Lontar Berkeropak Satu-Satunya Sumber
Naufal mengungkapkan bahwa Kakawin Lambang Palambang bersumber dari naskah lontar berkeropak kode LT 223, koleksi Perpustakaan Pusat Universitas Indonesia. Naskah tersebut merupakan satu-satunya naskah yang memuat teks kakawin ini.
“Naskah ini memuat Kakawin Indrawijaya, Kakawin Lambang Palambang, dan mantra. Bentuknya lontar berukuran 3,5 x 49,3 cm, sudah gripis dan berwarna kecoklatan,” katanya.
Naskah ini ditulis dengan aksara Bali tegak namun meliuk, diperkirakan berasal dari Pulau Lombok. Menurut Naufal, keberadaan naskah tersebut menunjukkan kelanjutan tradisi sastra Jawa Kuna-Bali di Lombok.
Selain aktif menulis, Naufal juga dikenal sebagai koreografer muda yang pernah menciptakan sejumlah karya tari seperti Sedulur Papat (2018), Fragmen Rara Mendut–Pranacitra (2019), dan Srimpi Girisa Laras (2021). Pada 26 Oktober 2025 lalu, ia menampilkan pementasan eksperimental “Langen Mataya Bedhayan Gandrungmanis” di Perpustakaan Nasional RI sebagai bagian dari penelitian disertasinya.
Genre Bhāṣa dan Kekhasan Cacangkriman
Kakawin Lambang Pralambang termasuk ke dalam genre bhāṣa, yaitu bentuk puisi liris dalam tradisi sastra Jawa Kuna-Bali. Genre ini bercirikan penggunaan bab-bab dalam struktur kakawin, serta muatan romantis–erotis yang khas.
Bhāṣa diyakini berkembang sejak masa akhir Majapahit dan tumbuh pesat di Bali hingga Lombok. Keindahannya tidak hanya terletak pada bahasa yang puitis, tetapi juga pada detail mengenai alam Jawa–Bali yang terekam di dalamnya.
Teks Kakawin Lambang Pralambang terdiri dari beberapa bab, antara lain Bhāṣa Rudita, Bhāṣa Durawākya Cacangkriman, Bhāṣa Wiwaha Cacangkriman, Bhāṣa Ratnāwukiran Cacangkriman, serta Palambang Dharmma Kusala Mahātma Cinaṇḍya.
Kekhasan utama teks ini dibandingkan teks-teks bhāṣa lainnya terletak pada keberadaan cacangkriman, yaitu teka-teki atau simbol-simbol misterius yang memuat pesan moral dan nuansa religius.
“Dalam teks ini, cacangkriman tidak sekadar simbol, tetapi juga kaya nilai spiritual,” pungkas Naufal.

